Get your own Digital Clock

Rabu, 30 November 2011

couple tips: foto-foto TEXTKUNENG

couple tips: foto-foto TEXTKUNENG

share

CERITA TENTANG ASMARA EROTIS PENJAGA APOTIK

"CERITA TENTANG ASMARA EROTIS PENJAGA APOTIK"



Kisah ini merupakan flashback semasa bujang. Terus terang saja, aku menikah di usia 30 tahun. Sewaktu awal dua puluhan rasanya tidak ada cewek yang berhasil kupikat. Tapi sejak usia 25 tahun hingga menikah, aku menyadari di dalam diriku tercipta suatu daya pikat alami. Tidak perlu susah-susah cari jimat atau pelet, ada gadis yang secara agresif mengejarku, ada pula yang pasang signal untuk kemudian menyerahkan diri. Salah satunya adalah Lola, pramuniaga apotik di dekat rumahku.
Sebenarnya ada lebih dari tiga apotik di sekitar rumahku. Apotik ‘XX’ adalah yang tertua di sini. Selain harga obatnya murah, terus terang yang bikin lengket adalah pramuniaga yang langsing, cantik nan murah senyum, yang kemudian kuketahui bernama Lola.
Setelah berulang kali dilayani gadis kuning langsat dengan senyum menggoda ini, aku memberanikan diri mengajaknya berkenalan ketika apotiknya sedang sepi.
“Boleh kenalan? Namaku Bandi,” ujarku sambil mengulurkan tangan.
“Saya Lola,” jawabnya singkat sambil menyambut uluran tanganku dengan tangannya yang berkulit halus nan lembut.
Matanya menatap tajam, penuh percaya diri mengiringi senyum manis yang selalu terpancar diwajahnya.
Aku berusaha mengarahkan pandangan mataku untuk tetap mengarah ke wajahnya. Padahal dorongan hati ini sebenarnya ingin melabuhkan pandanganku ke bukit kembarnya yang kutaksir berukuran 36B. Apalagi dia sedang memakai t-shirt ketat. Yahh, sekali-sekali tetap saja kucuri pandang juga keindahan tubuh gadis yang kutaksir berumur dua puluhan ini.
“Sudah berapa lama kerja di sini?” ujarku memperpanjang perbincangan.
“Mumpung cuma kami berdua di ruangan depan apotik ini,” pikirku.
“Baru setahun.”
“Dari daerah..?”
“Iya, kok tahu..?”
“Logatnya kan kelihatan dari Jawa.” Lalu kusambung dengan cepat, “Aku juga dari Jawa.”
“Ah, nggak ada logat Jawanya.. Nggak percaya..”
“Kalo lagi ngumpul sama temen-temen dari Jawa, logatku keluar.”
Lalu, untuk meyakinkan Lola, aku pun mengajaknya bicara dengan bahasa dan logat Jawa. Dari obrolan singkat yang membuat kami menjadi lebih akrab secepat kilat ini, kuketahui dia tinggal di lantai dua dari ruko yang dijadikan apotik tersebut. Usianya ternyata baru duapuluh satu.
Malam itu juga kutelpon dia setelah apotik itu tutup.
“Halo, apotik ‘XX’..?”
“Ya betul.. tapi apotiknya sudah tutup Pak..,” kudengar suara Lola di ujung sana.
“Oh nggak apa-apa. Saya cuma mau bicara sama Jeng Lola.”
“Mmm.. dari siapa ya..?” terdengar nada keraguan.
“Wahh, baru juga kenalan kok udah lupa..” aku mencoba menggoda.
“Ohh, Mas Bandi. Ada apa Mas..? Kangen sama Lola..?” katanya menggoda balik setelah berpikir sejenak menebak suaraku.
“Wah, berani juga ini cewek,” pikirku.
“Iya nih.. abis di sini cuma berdua sama pembantu.”
“Asyik dong..!”
“Wong pembantuku udah nenek-nenek..”
“Masa sih..? Boong nihh..!”
“Beneran.. Kapan-kapan main ke sini dong..! Biar tahu kalo pembantuku memang udah STW.”
Setelah ngobrol sana-sini, akhirnya perbincangan di telpon ini kami tutup dengan janjian nonton di Studio 21 Sabtu malam.
Hari yang dinanti-nanti akhirnya tiba. Keluar dari ruko tempat kerja sekaligus kost ini, Lola dengan mesra menggamit lenganku menuju mobil yang kuparkir di tepat depan apotik ‘XX’. Tanganku yang direngkuh Lola terasa menyentuh bagian tepi payudaranya yang menantang itu. Serr, gairahku terpancing walau hanya sebentar saja sentuhan daging kenyal yang menggoda itu kurasakan.
Di dalam bioskop, Lola lebih berani lagi. Ia menyandarkan kepalanya ke lenganku. Tangannya pun segera diletakkan di atas selangkanganku, ketika tanganku mulai mengelus dan meremas lengannya dengan lembut. Tidak lama kemudian tangannya mengelus dan menggosok-gosok bagian luar celanaku. Tentu saja tongkat di bawah celanaku segera mengeras.
“Hati-hati, nanti basah..,” aku berbisik kepada Lola.
“Biarin,” Lola berbisik menggoda sambil mencubit pahaku.
Ternyata Lola tidak bertindak lebih jauh. Ia hanya menikmati kerasnya kelelakianku dari sebelah luar celanaku. Aku pun tidak berani berbuat terlalu jauh, hanya meremas-remas lengannya, sambil sesekali mencium pipi dan lehernya yang jenjang di tengah kegelapan bioskop. Beruntung kami duduk di bagian paling belakang.
Pulang dari bioskop, pikiranku mulai kacau. Beragam khayalan muncul menggoda. Apalagi Lola makin merapatkan badannya, seolah kami ini pasangan yang sudah pacaran lama saja.
“Mau langsung pulang atau putar-putar dulu..?”
“Mmm.. putar-putar juga boleh.”
“Mau ke Ancol..?” aku coba memancing reaksinya.
“Ayo aja..”
Mobil pun mengarah ke Ancol. Langsung kuparkir ke tepi laut, seperti mobil-mobil yang lainnya. Jantungku mulau berdegup kencang membayangkan hal-hal yang akan terjadi kalau Lola tidak menampiknya.
Kami mendorong sandaran kursi kami ke belakang, sehingga lebih santai. Aku mencoba mengambil inisiatif. Kudekatkan wajahku ke wajah Lola, kuarahkan bibirku ke bibirnya yang merah merekah. Aku pun segera mendaratkan bibirku, melumat bibirnya yang menggoda. Lola memejamkan matanya, menikmati rangsangan dan gejolak birahi yang timbul saat bibir kami saling melumat. Nafasnya terdengar mulai memburu.
Kuusapkan tanganku ke bra-nya sambil meremas lembut. Lola segera membantuku dengan membuka bra-nya, sehingga tanganku bergerak bebas merengkuh kedua bukit kembarnya yang menantang polos di balik blus tanpa lengan yang sudah tersingkap. Kuusap-usap putingnya dengan telapak tanganku. Sesekali aku memilinnya dengan telunjuk dan ibu jariku. Selebihnya aku lebih banyak meremas lembut payudara yang selama ini mengoda mataku saat main ke apotik tempatnya bekerja.
Tidak lama kemudian kuarahkan bibirku ke puting susunya yang sudah mengeras.
“Ahh.. Emhh..” erangan Lola makin membangkitkan gairah dan semangatku.
Lola sangat menikmati setiap gejolak birahinya. Seperti inilah tipe wanita kesukaanku. Tidak terlalu agresif dan cenderung menikmati permainanku. Aku sangat menikmati ekspresi kenikmatan pasanganku. Aku kurang menyukai cewek yang berlaku aktif saat bercinta.
“Emhh.. enak mass.. Teruss.. Teruss.. Ahh..!” desahnya lagi.
Sambil kembali mencium bibirnya, aku mulai mengarahkan tanganku ke selangkangan Lola. Waktu CD-nya kusentuh, ternyata ia sudah basah. Ciuman bibirnya menjadi lebih liar.
Tiba-tiba ia menarik bibirnya sambil berkata, “Mas Bandi, dilanjutkan di rumah Mas Bandi yuk..! Lola udah nggak tahan nih..!”
“Di sini juga bisa kok,” aku mencoba meyakinkan Lola.
“Nggak ah, malu. Ntar ada yang ngintip. Berabe kan.”
“Katanya udah nggak tahan.., Mas juga udah nggak tahan nih..!”
“Jangan di sini Mas.., pokoknya lebih enak di rumah Mas Bandi deh..”
“Jangan kuatir, entar sepanjang jalan Lola usap-usap deh torpedonya.” Lola merajuk sambil mengusap lembut torpedoku yang sudah keras.
Torpedoku memang sudah tidak terhalang celana dan CD lagi. Retsluiting sudah dibuka, CD sudah disingkapkan ke bawah buah pelir.
Terpaksa kuturuti permintaan Lola. Alhasil, sepanjang jalan aku menyetir sambil menggeliat nikmat karena usapan-usapan lembut Lola di bagian-bagian sensitif torpedoku.
Sampai di rumah, pembantuku ternyata sudah tidur. Kulihat jam tanganku menunjukkan jam 1 pagi. Aku pun perlahan membuka pintu garasi, memasukkan mobil, lalu membimbing Lola ke kamar tidur utama. Gejolak birahi yang tertahan sepanjang perjalanan membuatku langsung merengkuh tubuh semampai Lola, melumat bibirnya, sambil perlahan melepas pakaiannya satu per-satu.
Dalam sekejap kami sudah telanjang dan berada di atas ranjang. Sekali lagi aku menikmati tubuh menawan Lola, melumat puting susunya, sambil mengusap-usap belantara dan gua yang sudah basah. Terdengar bunyi berdecak ketika tanganku memainkan gua di selangkangannya sambil melumat payudaranya yang sintal.
“Emhh.. enak Mass..! Teruss.. Teruss.. Ahh..!”
Ia betul-betul gadis yang menikmati setiap denyut kenikmatan birahinya. Erangan dan ekspresi yang ditunjukkannya benar-benar nikmat didengar dan dipandang.
Terasa penisku semakin mengeras. Kulihat Lola meregangkan kedua kakinya, mengundang penisku untuk masuk.
“Ahh.... Emhh..” kembali Lola mengerang nikmat, “Masukkan Mas.., udah nggak tahan nih..! Akkhh..!” bisiknya bercampur erangan nikmat.
Aku pun segera memasukkan penisku ke dalam gua yang sudah basah. Karena sudah licin dengan cairan kenikmatan Lola, dengan mudah penisku yang sebenarnya termasuk besar itu dapat masuk sampai ke bagian terdalam vaginanya.
Terasa denyutan dinding vaginanya pada batang penisku. Ahh, nikmat sekali. Aku mulai bergerak naik turun perlahan, sambil menikmati erangan khas Lola. Gerakanku makin lama makin liar, seiring makin liarnya erangan dan gerakan pinggul Lola.
“Ahh, aku udah mau keluar..” bisikku kepada Lola.
“Tahan dulu Mas.. sebentar lagi..!” rengek Lola.
Aku pun mengatur nafas sambil melepas erangan untuk menahan ejakulasi. Aku menawarkan Lola untuk pindah ke posisi atas, supaya ia dapat mengatur gerakan yang sesuai dengan ritme orgasmenya.
Kami pun berguling, penisku tetap berada di dalam vaginanya saat kami berguling ganti posisi. Lola kini di sebelah atas. Ia bergerak naik turun.. naik turun.. Lama-lama berubah berputar-putar dan sesekali naik turun.. Erangan Lola berbaur dengan eranganku menahan ejakulasi.
“Ahh, enakk.. akk.. ku.. udah.. mmh.. mau keluar..!” Lola mengerang nikmat.
Aku pun mulai bergerak mengatur ritme agar dapat ejakulasi bersamaan klimaks yang dicapai Lola.
“Ahh, akk.. ku.. juga.. Mmmhh..!”
Terasa tubuh kami mengejang bersama-sama.
“Thanks.., Lola. Kamu luar biasa..” aku berbisik ke telinga Lola.
“Mas Bandi juga luar biasa..” bisik Lola.
Malam itu Lola menginap di rumahku. Kami tidur tanpa busana setelah mandi bersama.

TAMAT

share

Asmara Agen Asuransi


Pulang kantor jalanan masih agak macet. Kantorku berada di daerah Harmoni. Pada jam-jam sibuk tentu saja macet total. Langit agak mendung, tapi dugaanku sore sampai malam ini tidak akan turun hujan. Dengan langkah sedang aku keluar kantor dan berjalan ke arah Juanda, rencana naik bis dari sana saja. Maklum karyawan baru, jadi masih naik Mercy dengan kapasitas besar. 
Sampai di Juanda aku cari bis kota tujuan ke Senen. Sebentar kemudian datang bis kota yang sudah miring ke kiri. Aku naik dan menyelinap ke dalam. Aroma di dalam bis sungguh rruarr biasa. Segala macam aroma ada di sana. Mulai dari parfum campur keringat sampai bau asap dan lain-lainnya.
Tak lama aku sampai di Senen. Turun di Pasar Senen dan masuk ke dalamnya. Ada beberapa barang yang harus kucari. Putar sana putar sini nggak ketemu juga yang kucari. Malahan digodain sama kapster-kapster di salon lantai 2. Dengan kata-kata yang menjurus mereka merayuku untuk masuk ke salonnya. Kubalas saja godaan mereka, toh aku juga lagi nggak ada keperluan ke salon. Sekedar membalas dan menyenangkan mereka yang merayu untuk sekedar gunting, facial atau creambath.
Akhirnya kuputuskan untuk cari di Atrium saja. Aku nyeberang di dekat jembatan layang. Memang budaya tertib sangat kurang di negara ini. Senangnya potong kompas dengan mengambil resiko.
Baru saja kakiku melangkah masuk ke dalam Atrium, mataku tertuju pada seorang wanita setengah baya, kutaksir umurnya tiga puluh lima tahun. Ia mengenakan blazer hijau dengan blouse hitam. Pandangannya kesana kemari dan gelisah seolah-olah menunggu seseorang. Aku lewat saja di depannya tanpa ada suatu kesan khusus. Sampai di depannya dia menyapaku.
“Maaf Mas mengganggu sebentar. Jam berapa sekarang?” tanyanya halus. Dari logatnya kutebak dia orang Jawa Tengah, sekitar Solo.
“Aduh, sorry juga Mbak, saya juga tidak pakai jam,” sambil kulihatkan pergelangan tanganku.”Mbak mau kemana, kok kelihatannya gelisah?” tanyaku lagi.
“Lagi tunggu teman, janjian jam setengah lima kok sampai sekarang belum muncul juga” jawabnya.
“Ooo..” komentarku sekedar menunjukkan sedikit perhatian.
“Mas mau kemana, baru pulang kantor nih?” dia balik bertanya.
“Iya, mau beli sesuatu, tadi cari di Proyek nggak ada, kali-kali aja ada di Atrium”.
Akhirnya meluncurlah dari mulut kami beberapa pertanyaan basa-basi standar.
“Oh ya dari tadi kita bicara tapi belum tahu namanya, saya Vera,” katanya sambil mengulurkan tangan.
“Anto,” sahutku pendek, “OK Vera, saya mau jalan dulu cari barang yang saya perlukan”.
“Silakan, saya masih tunggu teman di sini, barangkali dia terjebak macet atau ada halangan lainnya”.
Kami berpisah, saya masuk ke dalam dan langsung ke Gunung Agung. Kulihat Vera masih menunggu di pintu Atrium. Setengah jam keliling Gunung Agung ternyata tidak ada barang yang kucari. Kuputuskan pulang saja, besok coba cari di Gramedia atau Maruzen. Aku keluar dari pintu yang sama waktu masuk, arah ke Proyek. Kulihat Vera masih juga berdiri di sana. Kuhampiri dia dan kutanya.
“Masih ada disini, belum pulang?”.
“Ini mau pulang, besok aja kutelpon dia ke kantor,” jawabnya.
Waktu itu, 1994, HP masih menjadi barang mewah yang tidak setiap orang dapat memilikinya.
“Mbak naik apa?”
“Oh, saya bawa mobil sendiri, meskipun butut”.
“OK, kalau begitu saya pulang, saya naik Mercy besar ke Kampung Melayu”.
Dia kelihatan agak berpikir. Baru pada saat ini aku mengamati dia dengan lebih teliti. Tingginya kutaksir 158 cm, kulitnya kuning kecoklatan, khas wanita Jawa dengan perawakan seimbang. Rambutnya berombak sebahu, matanya agak lebar dan dadanya standar, 34.
“Kenapa, something wrong?” kataku.
“Nggak, nggak aku juga mau jalan lagi suntuk. Rumah saya di Cinere, jam segini juga lagi full macet” sambil memandangku dengan tatapan yang sulit kutafsirkan.
“Boleh saya temani,” sahutku asal saja. Jujur aku hanya asal berkata saja tanpa mengharap apapun. Dia menatapku sejenak dan akhirnya..
“Boleh saja, kalau nggak mengganggu” jawabnya.
Kami menuju basement tempat parkir mobilnya. Dia memberikan kunci mobilnya padaku.
“Bisa bawa mobil kan?” tanyanya.
Aku terkejut, karena aku memang bisa nyetir mobil tapi masih belum lancar sekali dan tidak punyai SIM.
“Aduh, so.. Sorry, jangan aku yang bawa. Aku nggak punya SIM,” kataku mengelak.
“Baiklah kalau begitu, biar aku sendiri yang bawa,” katanya sambil tersenyum.
Vera naik mobil dan membukakan pintu sebelah kiri depan dari dalam. Mobilnya Suzuki Carry warna merah maron. Kulihat di atas jok tengah berserakan map dan kertas.
“Kemana kita?” katanya.
“Terserah ibu sopir saja, asal jangan ke Bogor, jauh” sahutku bercanda.
“Kita ke Monas saja deh” katanya sambil terus tetap menyetir.
Karena dia mengenakan rok span selutut, jadinya waktu duduk menyetir agak ketarik ke atas, pahanya terlihat sedikit. Aku menelan ludah.
Monas terlihat sepi sore ini, jam di dashboard menunjukkan 17.55. Hanya ada beberapa mobil yang parkir di pelataran parkir. Vera memarkir mobilnya agak jauh dari mobil lainnya. Ia mematikan kontak dan membuka jendela. Kami tetap duduk di dalam mobil.
“Uffh, hari yang melelahkan”. Vera menyandarkan tubuh dan kepalanya pada jok mobil. Blazernya tidak dikancingkan sehingga dadanya kelihatan menonjol.
“Ngomong-ngomong Mas Anto ini kerja di mana?”
“Karyawan swasta, kantornya di Harmoni, Mbak Vera sendiri di mana?” balasku.
“Saya agen sebuah Asuransi BUMN, rencananya tadi dengan teman saya, Dewi, akan prospek di sebuah kantor di Kramat, makanya janjian di Atrium. Eh, dianya nggak datang. Eh, bagaimana kalau kita masing-masing panggil dengan nama saja tanpa sebutan basa-basi supaya lebih akrab. Toh umur kita nggak jauh berbeda. Aku tiga puluh lima, kutaksir kamu paling-paling tiga puluh”.
Ternyata taksiranku tepat, taksirannya meleset. Waktu itu umurku sendiri baru dua puluh lima. Mungkin karena warna kulitku agak gelap dan berkumis maka wajahku kelihatan lebih tua. Tapi menurut teman-temanku baik perempuan ataupun laki-laki, dengan wajah cukup ganteng, tinggi 170 cm, perawakan tegap, berkumis dan dada berbulu aku termasuk idaman wanita.
Vera ternyata seorang janda dengan satu anak. Ketika kutanya kenapa dia bercerai, air mukanya berubah dan ia menghela napas panjang.
“Sudahlah, itu kenangan buruk dari masa laluku, tak usah dibicarakan lagi” katanya.
“Baiklah, maaf kalau sudah menyinggung perasaanmu,” kataku.
Senja semakin merambat, lampu jalan sudah mulai dinyalakan mengalahkan temaram senja. Di bawah lampu merkuri wajah Vera terlihat pucat. Tiba-tiba saja kami bertatapan. Vera terlihat sangat lelah, tapi bibirnya dipaksakan tersenyum. Entah bagaimana mulanya tiba-tiba saja tangan kananku sudah kulingkarkan di lehernya dan kurengkuh ia ke dalam pelukanku. Kucium bibir tipisnya dan ia membalasnya dengan melumat bibirku lembut. Kami saling memandang dan tersenyum.
“Anto, maukah kamu menemaniku ngobrol?”
“Lho, bukankah sekarang ini kita lagi ngobrol”.
“Maksudku, kita cari.. Nggh.. Tempat yang tenang”.
Kucium bibirnya lagi dan ia membalas lebih panas dari ciuman yang pertama tadi. Tanpa kujawab mestinya ia sudah tahu.
“Ayo kita berangkat,” ajaknya sambil menghidupkan mesin mobil.
“Baiklah kita ke arah Tanah Abang saja yuk,” jawabku.
Dari Monas kami menuju ke Tanah Abang. Kami sempat terjebak kemacetan di sekitar Stasiun Tanah Abang. Akhirnya kuarahkan dia ke Petamburan. Kulihat dia ragu-ragu untuk masuk ke halaman sebuah hotel.
“Ayolah masuk saja, nggak apa-apa kok. Hotelnya cukup bersih dan murah” kataku meyakinkannya.
“Bukan apa-apa. Aku hanya tidak ingin mobilku terlihat secara mencolok di halaman hotel” sahutnya. Akhirnya kami mendapatkan tempat parkir yang cukup terlindung dari jalan umum.
Setelah membereskan urusan di front office, kami masuk ke dalam kamar. Kuamati sejenak keadaan di dalam kamar. Di dinding sejajar dengan arah ranjang dipasang cermin selebar 80 cm memanjang sepanjang dinding. Aku tersenyum dan membatin rupanya hotel ini memang dipersiapkan khusus untuk pasangan yang mau kencan.
“Kamu sering masuk ke sini, To? Kelihatannya sudah familiar sekali” tanyanya.
“Nggak juga. Namanya nginap di hotel kan tahapannya standar aja. Lapor ke front office, serahkan ID, bayar bill untuk semalam lalu ambil kunci kamar. Beres kan?”
“Kalau lagi prospek, bagaimana pengalamanmu. Sering dijahili klien nggak” tanyaku memancing.
“Yahh, ada juga yang iseng. Tapi kalau orangnya oke, boleh juga sih. Sudah dapat komisi plus tip plus enak gila”.
Ternyata beginilah salah satu sisi dunia asuransi. Saya nggak menghakimi, tetapi semua itu kembali tergantung pada orangnya.
“Aduh, kalau begitu saya nggak bisa kasih tip. Kita pulang saja yuk” kataku pura-pura serius.
“Huussh.. Kamu kok nganggap saya begitu sih”.
Kami berbaring berjejer di ranjang yang empuk. Vera tengkurap di sebelahku dan menatapku sejenak, lalu ia mendekatkan mukanya ke mukaku dan mencium bibirku. Aku membalas dengan perlahan. Vera terus menciumiku sambil melepas blazernya. Kaki kirinya membelit kakiku. Tangannya merayap di atas kemejaku dan mulai melepas kancing serta menariknya sehingga dadaku terbuka. Vera semakin terangsang melihat dadaku yang berbulu. Ia membelai-belai dadaku dan sekali-sekali menarik perlahan bulu dadaku.
“Simbarmu iku lho To, bikin aku.. Serr” bisiknya. Simbar adalah sebutan bulu dada dalam bahasa Jawa.
“Mandi dulu yuk” kataku.
“Nggak usah, nanti aja. Bau tubuhmu lebih merangsang daripada bau sabun bahkan parfum” katanya.
Bibirnya bergeser ke bawah dan kini ia menciumi leherku. Aku menggelinjang kegelian sekaligus nikmat. Napas kami mulai berat dan memburu. Sambil terus menciumi dadaku, Vera melepaskan blousenya. Kulihat buah dadanya yang masih kenyal dan padat terbungkus bra warna merah jambu. Seksi sekali. Tangannya bergerak ke bawah, membuka kepala ikat pinggangku, melepas kancing celana dan menarik ritsluitingku dan langsung menariknya ke bawah. Aku sedikit mengangkat pantatku membantu gerakan tangannya membuka celanaku. Kini tangannya bergerak ke belakangnya, tidak lama kemudian roknya sudah merosot dan hanya dengan gerakan kakinya rok tersebut sudah terlepas dan terlempar ke lantai.
Tangan kananku bergerak ke punggungnya dan terdengar suara “tikk” kancing pengait branya sudah terlepas. Aku melepas branya dengan sangat perlahan sambil mengusap-usap bahu dan lengannya. Vera mengangkat tangannya dari tubuhku dan akhirnya terlepaslah bra merah jambu yang dipakainya. Buah dadanya berukuran sedang, taksiranku 34 saja, terlihat kenyal dan padat. Urat-uratnya yang membiru di bawah kulit terlihat sangat menarik seperti alur sungai di pegunungan. Putingnya yang merah kecoklatan menantangku untuk segera mengulumnya. Payudara sebelah kanan kuisap dan kukulum, sementara sebelah kirinya kuremas dengan tangan kananku, demikian berganti-ganti. Tangan kiriku mengusap-usap punggungnya dengan lembut.
Vera mengerang dan merintih ketika putingnya kugigit kecil dan kujilat-jilat.
“Ououououhh.. Nghgghh, Anto teruskan.. Ouuhh.. Anto”
Payudaranya kukulum habis sampai ke pangkalnya. Vera menghentakkan kepalanya dan menjilati telingaku. Akupun sudah merangsang hebat. Senjataku sudah mengeras dan kepalanya sudah nongol di balik celana dalamku. Vera melepaskan diri dari pelukanku dan kini ia yang aktif menjilati dan menciumi tubuhku bagian atas. Dari leher bibirnya menyusuri dadaku, menjilati bulu dadaku dan..
“Oukhh, Vera.. Yachh.” aku mengerang ketika mulutnya menjilati puting kiriku. Kini bibirnya pindah ke puting kananku. Aku mendorong tubuhnya, tak tahan dengan rangsangan pada puting kananku.
Vera semakin ke bawah, ke perut dan terus ke bawah. Digigitnya meriamku yang masih terbungkus celana dalam. Tangannya juga bergerak ke bawah, menarik celanaku sampai ke lutut dan akhirnya menariknya ke bawah dengan kakinya. Aku tinggal memakai kemeja saja yang kancingnya juga terbuka semua.
Vera memandangku dan mengangguk ketika kepalanya ada di atas selangkanganku. Aku juga mengangguk. Aku memang tidak pernah meminta wanita yang kutiduri untuk melakukan oral sex. Aku sendiri tidak terlalu suka melakukan oral sex pada setiap wanita. Ada type-type wanita tertentu yang kuberikan service khusus ini. Jika mereka mau melakukannya biarlah mereka yang berinisiatif. Kepalanya kemudian bergerak ke bawah. Ia mengisap-isap buah zakarku dan menjilatinya sampai ke titik 2 cm di dekat anusku. Aku baca titik itu adalah titik Kundalini. Aku tidak tahan dengan perlakuannya. Kututup mukaku dengan bantal. Kugigit bibir bawahku sampai terasa sakit.
Tiba-tiba meriamku seperti kena setrum yang besar ketika lidah Vera menjilat kepalanya. Secara refleks kukencangkan otot perutku sehingga meriamku juga ikut bergerak-gerak. Punyaku memang tidak terlalu besar. Rata-rata saja untuk ukuran umum, namun ternyata beberapa wanita yang pernah merasakannya sangat puas. Kulepas bantal yang menutup mukaku dan kubuka mataku. Kulihat Vera dengan asyiknya menjilat, menghisap dan mengulum meriamku. Kadang-kadang ia melihat ke arahku dan tersenyum kecil. Aku terpekik kecil setiap lidahnya yang runcing menjilat lubang kencingku. Syaraf-syarafku di sana terasa mau putus.
Vera melepaskan kepalanya dari selangkanganku dan tangannya melepas celana dalamnya sendiri dengan cepat. Kembali bibirnya menyambar bibirku. Kubalas dengan ganas dan kudorong lidahku menggelitik rongga mulutnya. Lidahku kemudian diisapnya dengan kuat. Aku hampir tersedak. Tangannya mengembara ke selangkanganku dan kemudian meremas dan mengocok meriamku. Meriamku semakin tegang dan keras.
“Ouououhhkk.. Puaskan aku. Berikan aku kenikmatan” ia memekik tertahan.
Tidak lama kemudian tangannya memegang erat meriamku dan kurasakan pantat dan pinggul Vera bergerak-gerak menggesek meriamku. Dan kemudian.. Blesshh. Kepala meriamku masuk ke dalam gua kenikmatannya. Terasa lembab namun masih kering dan sempit. Kurasakan dinding guanya berdenyut-denyut meremas kemaluanku.
“Akhh.. Oukkhh” Vera mendongakkan kepalanya dan kujilati lehernya yang berada di depan wajahku. Ia terus menggoyangkan pantatnya sehingga sedikit demi sedikit makin masuk dan akhirnya semua batang meriamku sudah terbenam dalam guanya.
Vera menahan tubuhnya dengan kedua tangannya di sampingku. Pantatnya bergerak maju mundur untuk menangguk kenikmatan. Kadang gerakannya berubah kadang menjadi ke kanan ke kiri dan kadang berputar-putar. Sesekali gerakannya menjadi pelan dan pantatnya naik agak tinggi sehingga hanya kepala meriamku berada di bibir guanya dan bibir guanya kemudian berkontraksi mengurut kepala meriamku. Kemudian ia hanya pelan menggesek-gesekkan bibir guanya pada kepala meriamku sampai beberapa kali dan kemudian dengan cepat ia menurunkan pantatnya hingga seluruh batang meriamku tenggelam seluruhnya. Ketika batang meriamku terbenam seluruhnya badannya bergetar dan kepalanya bergoyang ke kanan dan kekiri. Napasnya mulai tersengal-sengal dan memburu.
Kunaikkan punggungku dengan bertopang pada siku. Kuisap puting buah dadanya yang sudah membatu. Gerakannya semakin liar dan berat. Tanganku kini memeluk punggungnya seolah-olah seperti menggantung pada badannya. Kulengkungkan bagian atas tubuhku mendekat ke tubuhnya. Berat badanku kutumpukan pada punggungku.
Tangannya yang menahan berat badanya kemudian dilepaskan dan memeluk diriku rapat-rapat. Kini gerakannya pelan namun sangat terasa. Pantatnya naik ke atas kadang sampai meriamku lepas, namun kemudian ia menurunkan lagi dengan pelan dan kusambut dengan gerakan pantatnku ke atas. Kembali meriamku menembus guanya, guanya berdenyut sehingga seluruh batang meriamku mulai dari pangkal hingga ke ujung seperti diurut. Baru kali ini aku merasakan denyutan dinding vagina yang begitu kuat. Ada beberapa wanita yang bisa melakukannya namun kali ini benar-benar luar biasa. Melebihi wanita Madura yang pernah kurasakan. Aku sendiri belum mengerahkan otot kemaluanku untuk berkontraksi, kubiarkan saja sampai ia mencapai puncak terlebih dahulu.
Tangannya meremas dan menjambak rambutku, punggungnya melengkung menahan kenikmatan. Mulutnya merintih dan mengerang keras. Kupikir mungkin terdengar sampai keluar kamar. Emangnya gua pikirin! Paling yang dengar jadi kepengin.
“Anto.. Ouhh Anto, aku mau nyampai, aku mau kelu.. ar”
“Sshh.. Shh”
“Anto sekarang ouhh.. Sekarang” ia memekik.
Tubuhnya mengejang rapat diatasku dan kakinya membelit kakiku. Mulutnya mencari-cari bibirku dan kusambar agar ia tidak merintih terlalu keras lagi. Vaginanya berdenyut kuat sekali dan pantatnya menekan ke bawah dengan keras hingga meriamku terasa sakit. Vaginanya terasa becek, namun tidak menyembur seperti yang banyak diceritakan orang. Kupikir mereka itu pembohong kalau menceritakan orgasme wanita yang sampai memancar seperti air mani. Kupeluk punggungnya dan kuurut dengan kuat mulai dari belakang leher sampai ke pinggangnya.
Tubuh Vera mulai melemas di atas badanku. Keringatnya menitik di sekujur pori-porinya. Kemaluanku yang masih menegang keras di dalam vaginanya. Vera sepertinya sengaja membiarkannya dalam posisi seperti itu.
“Terima kasih Anto. Kau sungguh hebat sekali. Aku nggak tahan lagi” ia berbisik di telingaku.
Aku diam saja sambil mengelus-elus punggungnya. Kuciumi rambutnya. Kupikir akan kupuaskan dia sampai tak bertenaga.
Akhirnya Vera bangun setelah napasnya teratur menghela napas dalam-dalam. Ia masuk ke dalam kamar mandi dan kudengar suara shower. Namun kedengarannya ia tidak mandi, hanya membasuh vaginanya saja. Sementara aku mencoba memejamkan mata sebentar untuk berkonsentrasi dan mengumpulkan tenaga. Ia keluar sambil menenteng gayung, sabun dan handuk. Dengan perlahan ia membasuh dan membersihkan kemaluanku yang masih agak tegang karena belum mencapai puncaknya. Karena terkena air, maka kemaluanku kontan saja mengkeret dan mengecil ke ukuran normal. Vera kembali ke dalam kamar mandi mengembalikan gayung dan sebentar keluar lagi.
Aku duduk menyelonjorkan kaki di atas ranjang dan merapikan kemeja yang tetap kupakai selama bercinta babak pertama tadi. Vera memelukku dari belakang dan menciumi tengkukku. Aku merinding oleh ciumannya. Tangannya mempermainkan bulu dadaku. Kelihatannya ia sangat suka.
Vera menarik kemeja yang kukenakan dan akhirnya sekarang aku bugil 100%. Dadanya yang keras menekan punggungku. Kuputar tubuhnya sedemikian sehingga kami berhadapan. Kucium bibirnya dan kuremas buah dadanya. Ia merintih, nafsunya mulai bangkit. Kubalikkan lagi tubuhnya sehingga membelakangiku. Kuciumi tengkuk, cuping telinga dan leher belakangnya.
“Ouhh jangan kau siksa aku.. Ayo kita lanjutkan lagi say..”
Kami kembali berbaring miring ke kiri dalam posisi Vera tetap membelakangiku. Kuremas dadanya dengan kuat, kupilin putingnya. Kemaluanku yang belum menembakkan pelurunya dengan cepat mengeras kembali. Mulutnya mencari bibirku ketika bibirku menjilati lehernya pada bagian samping. Kami berciuman dalam posisi miring.
Kuangkat kaki kanannya dan kucoba memasukkan kemaluanku ke dalam vaginanya dari belakang. Beberapa kali kucoba dan gagal. Akhirnya Vera mencondongkan pantatnya dan menjauhkan tubuh bagian atasnya dari tubuhku. Dalam posisi demikian aku bisa menembus guanya meskipun dengan berjuang keras.
Kudorong pantatku maju mundur dengan pelan tapi bertenaga. Meskipun tanpa kontraksi dalam posisi demikian terasa sempit sekali vaginanya. Kuputar tubuhnya hingga ia berada di atasku. Dari bawah kugenjot vaginanya. Kupikir tadinya akan mudah, ternyata sangat sulit. Tubuhku tidak bisa bergerak dengan leluasa. Vera mengerti kesulitanku. Ia melepaskan pelukanku dan berjongkok tetap membelakangiku. Tak berapa lama kembali ia memainkan kontraksi otot vaginanya. Aku tetap membiarkannya ia kontraksi sendirian.
Vera menaikturunkan pantatnya dan rasa nikmat menjalari tubuh kami berdua. Kadang pantatnya menggantung dan giliranku untuk memompa dari bawah. Demikian dalam posisi ini kami bertahan beberapa saat sampai akhirnya.
“Gila kamu To, aku keluar lagi.. Oukhh”
Ia berteriak dan melengkungkan badannya, lalu merebahkan badannya telentang dan menekan kemaluanku sampai amblas. Tangannya mencengkeram sprei. Sunyi sejenak tanpa ada suara apapun kecuali napas Vera yang terengah-engah. Vera memutarkan tubuhnya tanpa melepaskan kemaluanku, sehingga ia dapat berada dalam posisi berhadapan di atasku.
“Luar biasa kamu Anto, aku puas sekali malam ini”
“Aku yang belum puas, kini giliranku mendapatkan kepuasan”.
Kugulingkan badannya sehingga kini aku yang berada di atas mengendalikan permainan. Kusodokkan kemaluanku ke dalam kemaluannya dengan satu hentakan keras sehingga ia melenguh.
“Uuuhh.. Tahan dulu To, aku masih lelah” katanya.
Aku tak pedulikan permintaannya, tetap kusodokkan kemaluanku dengan pelan dan mantap sampai akhirnya kemaluanku menjadi sangat keras. Vera akhirnya kembali terangsang setelah beberapa saat kugerakkan kemaluanku. Kucabut kemaluanku, kutahan dan kukeraskan ototnya kemudian pelan-pelan kugesekkan dan kemudian kumasukkan kepalanya saja ke bibir guanya yang lembab dan merah. Vera terpejam menikmati kontraksi kemaluanku pada bibir kemaluannya.
“Kenapa dari tadi nggak kau mainkan.. Hggk”.
Dia menjerit tertahan ketika tiba-tiba kusodokkan kemaluanku sampai mentok ke rahimnya. Kumaju mundurkan dengan pelan setengah batang sampai beberapa hitungan kemudian kusodokkan dengan kuat sampai semua batangku amblas. Vera menggerakkan pinggulnya memutar dan naik turun sehingga kenikmatan yang luar biasa sama-sama kami rasakan. Kusedot payudaranya sampai ke pangkalnya dan kumainkan putingnya dengan lidahku.
Dalam posisi kemaluanku terbenam seluruhnya aku diam di atas tubuhnya, menciumi bibir, leher dan payudaranya serta menggerakkan otot kemaluan. Hasilnya luar biasa. Vera seperti orang yang mau menangis menahan kenikmatan hubungan ini. Vera mengimbanginya dengan kontraksi pada dinding vaginanya. Ia meringis dan memukul-mukul dadaku seperti histeris.
“Auuhkhh.. Terus.. Teruskan.. Anto.. Nikmat.. Ooh”
Kini kakiku berada di luar kedua kakinya sehingga kedua kakiku menjepit kakinya. Masih tetap dalam posisi diam, hanya otot kemaluan yang bekerja. Ternyata vaginanya memang luar biasa, meskipun sudah becek namun cengkeramannya masih sangat ketat.
Aku menghentikan kontraksiku dan mulai menggenjot lagi. Vera seperti seekor kuda betina yang melonjak-lonjak tubuhnya dan sukar dikendalikan. Akhirnya tidak ada suara apapun di dalam kamar itu selain desah napas kami yang memburu beradu dengan suara paha bertemu dan derit ranjang. Keringat sudah membanjir di tubuh kami. Kupacu kuda binalku mendaki lereng terjal yang penuh kenikmatan. Kami saling memagut, mencium dan menjilat bagian tubuh lawan bergumul.
Kubuka lagi kedua kakinya, kini kakinya yang membelit pinggangku. Matanya kadang terpejam kadang terbeliak. Badannya seperti menggantung di tubuhku. Kini aku siap untuk menembakkan peluruku.
“Vera, sebentar lagi Ver.. Aku mau keluar”.
“Tungu sayang, kita sama-sama, tunggu..”.
.. Beberapa saat kemudian..
“Sekarang Ver sekarang.. Ouuhh” Aku mengejang ketika lahar kepuasan membersit dari kepundan kejantananku.
“Anto.. Agghh” kakinya menjepit kakiku dan mengejang sehingga kejantananku seperti tertarik mau keluar.
Aku tetap menahan agar kemaluanku tetap berada dalam vaginanya. Matanya terpejam, tangannya meremas rambutku, mulutnya menggigit dadaku. Kemaluan kami saling berdenyut sehingga kenikmatan puncak ini terasa sampai beberapa detik. Setelah beberapa saat kemudian keadaan menjadi tenang.
“Luar biasa kamu To, Aku bisa tiga kali orgasme”
“Kamu juga hebat, empot ayammu membuat ketagihan”
Akhirnya kami membersihkan diri dan check out. Sebelum keluar kamar kami saling bertukar nomor telepon. Aku menumpang mobilnya sampai di Gatot Subroto dekat Hilton. Vera ke arah Blok M dan aku ke kawasan Jakarta Timur.
Beberapa hari kemudian di kantor aku dikejutkan suara operator yang nongol di ruanganku.
“Pak Anto ada telepon dari asuransi, line 2,” katanya.
“Thanks”.
Kuambil gagang telepon, “Hallo, siang” kataku.
“Hai Anto ingat aku?” terdengar suara dari seberang.
“Oh tentu, kuda binalku. Ada apa?”
“Kemarin habis nurunin kamu, ban mobilku kempes, untung ada yang nolongin”
“Habis kamu nyetirnya terlalu bernafsu, injak gas nggak kira-kira” kataku. Apa hubungannya gas dengan ban kempes ya?
“Nanti sore ketemu lagi ya. Aku sudah nggak sabar menanti hasil kerjamu”
Nanti sore kupikir boleh juga. Hari ini nggak banyak pekerjaan kok. Cerita kejadian nanti sore pikir dan bayangkan saja sendiri.

share

Aku Puas Ketika Diperkosa


Namaku Winie, umurku sudah 35 tahun dengan dua orang anak yang sudah beranjak dewasa. Waktu menikah umurku masih 19 tahun dan sekarang anakku yang paling tua sudah berumur 15 tahun sedang yang bungsu berumur 13 tahun. Kedua anakku disekolahkan di luar negeri semua sehingga di rumah hanya aku dan suami serta dua orang pembantu yang hanya bekerja untuk membersihkan perabot rumah serta kebun, sementara menjelang senja mereka pulang. 
Suamiku sebagai seorang usahawan memiliki beberapa usaha di dalam dan luar negri. Kesibukannya membuat suamiku selalu jarang berada di rumah. Bila suamiku berada di rumah hanya untuk istirahat dan tidur sedang pagi-pagi sekali dia sudah kembali leyap dalam pandangan mataku. Hari-hariku sebelum anakku yang bungsu menyusul kakaknya yang sudah lebih dulu menuntut ilmu di luar negeri terasa menyenangkan karena ada saja yang dapat kukerjakan, entah itu untuk mengantarkannya ke sekolah ataupun membantunya dalam pelajaran. Namun semenjak tiga bulan setelah anakku berada di luar negeri hari-hariku terasa sepi dan membosankan. Terlebih lagi bila suamiku sedang pergi dengan urusan bisnisnya yang berada di luar negeri, bisa meninggalkan aku sampai 2 mingguan lamanya.
Aku tidak pernah ikut campur urusan bisnisnya itu sehingga hari-hariku kuisi dengan jalan-jalan ke mall ataupun pergi ke salon dan terkadang melakukan senam. Sampai suatu hari kesepianku berubah total karena supirku. Suatu hari setibanya di rumah dari tempatku senam supirku tanpa kuduga memperkosaku.
Seperti biasanya begitu aku tiba di dalam rumah, aku langsung membuka pintu mobil dan langsung masuk ke dalam rumah dan melangkahkan kakiku menaiki anak tangga yang melingkar menuju lantai dua dimana kamar utama berada. Begitu kubuka pintu kamar, aku langsung melemparkan tasku ke bangku yang ada di dekat pintu masuk dan aku langsung melepas pakaian senamku yang berwarna hitam hingga tinggal BH dan celana dalam saja yang masih melekat pada tubuhku. Saat aku berjalan hendak memasuki ruang kamar mandi aku melewati tempat rias kaca milikku. Sesaat aku melihat tubuhku ke cermin dan melihat tubuhku sendiri, kulihat betisku yang masih kencang dan berbentuk mirip perut padi, lalu mataku mulai beralih melihat pinggulku yang besar seperti bentuk gitar dengan pinggang yang kecil kemudian aku menyampingkan tubuhku hingga pantatku terlihat masih menonjol dengan kencangnya.
Kemudian kuperhatikan bagian atas tubuhku, buah dadaku yang masih diselimuti BH terlihat jelas lipatan bagian tengah, terlihat cukup padat berisi serta, “Ouh.. ngapain kamu di sini!” sedikit terkejut ketika aku sedang asyik-asyiknya memandangi kemolekan tubuhku sendiri tiba-tiba saja kulihat dari cermin ada kepalanya supirku yang rupanya sedang berdiri di bibir pintu kamarku yang tadi lupa kututup.
“Jangan ngeliatin.. sana cepet keluar!” bentakku dengan marah sambil menutupi bagian tubuhku yang terbuka.
Tetapi supirku bukannya mematuhi perintahku malah kakinya melangkah maju satu demi satu masuk kedalam kamar tidurku.
“Aris.. Saya sudah bilang cepat keluar!” bentakku lagi dengan mata melotot.
“silakan ibu teriak sekuatnya, hujan di luar akan melenyapkan suara ibu!” ucapnya dengan matanya menatap tajam padaku.
Sepintas kulihat celah jendela yang berada di sampingku dan ternyata memang hujan sedang turun dengan lebat, memang ruang kamar tidurku cukup rapat jendela-jendelanya hingga hujan turun pun takkan terdengar hanya saja di luar sana kulihat dedaunan dan ranting pohon bergoyang tertiup angin kesana kemari.
Detik demi detik tubuh supirku semakin dekat dan terus melangkah menghampiriku. Terasa jantungku semakin berdetak kencang dan tubuhku semakin menggigil karenanya. Aku pun mulai mundur teratur selangkah demi selangkah, aku tidak tahu harus berbuat apa saat itu sampai akhirnya kakiku terpojok oleh bibir ranjang tidurku.
“Mas.. jangan!” kataku dengan suara gemetar.
“Hua.. ha.. ha.. ha..!” suara tawa supirku saat melihatku mulai kepepet.
“Jangan..!” jeritku, begitu supirku yang sudah berjarak satu meteran dariku menerjang tubuhku hingga tubuhku langsung terpental jatuh di atas ranjang dan dalam beberapa detik kemudian tubuh supirku langsung menyusul jatuh menindih tubuhku yang telentang.
Aku terus berusaha meronta saat supirku mulai menggerayangi tubuhku dalam himpitannya. Perlawananku yang terus-menerus dengan menggunakan kedua tangan dan kedua kakiku untuk menendang-nendangnya terus membuat supirku juga kewalahan hingga sulit untuk berusaha menciumi aku sampai aku berhasil lepas dari himpitan tubuhnya yang besar dan kekar itu. Begitu aku mendapat kesempatan untuk mundur dan menjauh dengan membalikkan tubuhku dan berusaha merangkak namun aku masih kalah cepat dengannya, supirku berhasil menangkap celana dalamku sambil menariknya hingga tubuhku pun jatuh terseret ke pinggir ranjang kembali dan celana dalam putihku tertarik hingga bongkahan pantatku terbuka. Namun aku terus berusaha kembali merangkak ke tengah ranjang untuk menjauhinya. Lagi-lagi aku kalah cepat dengan supirku, dia berhasil menangkap tubuhku kembali namun belum sempat aku bangkit dan berusaha merangkak lagi, tiba-tiba saja pinggulku terasa kejatuhan benda berat hingga tidak dapat bergerak lagi.
“Aris.. Jangan.. jangan.. mas..” kataku berulang-ulang sambil terisak nangis.
Rupanya supirku sudah kesurupan dan lupa siapa yang sedang ditindihnya. Setelah melihat tubuhku yang sudah mulai kecapaian dan kehabisan tenaga lalu supirku dengan sigapnya menggenggam lengan kananku dan menelikungnya kebelakan tubuhku begitu pula lengan kiriku yang kemudian dia mengikat kedua tanganku kuat-kuat, entah dengan apa dia mengikatnya. Setelah itu tubuhnya yang masih berada di atas tubuhku berputar menghadap kakiku. Kurasakan betis kananku digenggamnya kuat-kuat lalu ditariknya hingga menekuk. Lalu kurasakan pergelangan kaki kananku dililitnya dengan tali. Setelah itu kaki kiriku yang mendapat giliran diikatkannya bersama dengan kaki kananku.
“Saya ingin mencicipi ibu..” bisiknya dekat telingaku.
“Sejak pertama kali saya melamar jadi supir ibu, saya sudah menginginkan mendapatkan kesempatan seperti sekarang ini.” katanya lagi dengan suara nafas yang sudah memburu.
“Tapi saya majikan kamu Ris..” kataku mencoba mengingatkan.
“Memang betul bu.. tapi itu waktu jam kerja, sekarang sudah pukul 7 malam berarti saya sudah bebas tugas..” balasnya sambil melepas ikatan tali BH yang kukenakan.
“Hhh mm uuhh,” desah nafasnya memenuhi telingaku.
“Tapi malam ini Bu Winie harus mau melayani saya,” katanya sambil terus mendengus-denguskan hidungnya di seputar telingaku hingga tubuhku merinding dan geli.
Setelah supirku melepas pakaiannya sendiri lalu tubuhku dibaliknya hingga telentang. Aku dapat melihat tubuh polosnya itu. Tidak lama kemudian supirku menarik kakiku sampai pahaku melekat pada perutku lalu mengikatkan tali lagi pada perutku. Tubuhku kemudian digendongnya dan dibawanya ke pojok bagian kepala ranjang lalu dipangkunya di atas kedua kaki yang diselonjorkan, mirip anak perempuan yang tubuhnya sedang dipeluk ayahnya. Tangan kirinya menahan pundakku sehingga kepalaku bersandar pada dadanya yang bidang dan terlihat otot dadanya berbentuk dan kencang sedangkan tangan kanannya meremasi kulit pinggul, pahaku dan pantatku yang kencang dan putih bersih itu.
“Aris.. jangan Ris.. jangan!” ucapku berulang-ulang dengan nada terbata-bata mencoba mengingatkan pikirannya.
Namun Aris, supirku tidak memperdulikan perkataanku sebaliknya dengan senyum penuh nafsu terus saja meraba-raba pahaku.
“Ouh.. zzt.. Euh..” desisku panjang dengan tubuh menegang menahan geli serta seperti terkena setrum saat kurasakan tangannya melintasi belahan kedua pahaku.
Apalagi telapak dan jemari tangannya berhenti tepat di tengah-tengah lipatan pahaku.
“Mass.. Eee” rintihku lebih panjang lagi dengan bergetar sambil memejapkan mata ketika kurasakan jemarinya mulai mengusap-usap belahan bibir vaginaku. Tangan Mas Aris terus menyentuh dan bergerak dari bawah ke atas lalu kembali turun lagi dan kembali ke atas lagi dengan perlahan sampai beberapa kali. Lalu mulai sedikit menekan hingga ujung telunjuknya tenggelam dalam lipatan bibir vaginaku yang mulai terasa berdenyut-denyut, gatal dan geli.
Tangannya yang terus meraba dan menggelitik-gelitik bagian dalam bibir vaginaku membuat birahiku jadi naik dengan cepatnya, apalagi sudah cukup lama tubuhku tidak pernah mendapatkan kehangatan lagi dari suamiku yang selalu sibuk dan sibuk. Entah siapa yang memulai duluan saat pikiranku sedang melayang kurasakan bibirku sudah beradu dengan bibirnya saling berpagut mesra, menjilat, mengecup, menghisap liur yang keluar dari dalam mulut masing-masing.
“Ouh.. Winie.. wajahmu cukup merangsang sekali Winie..!” ucapnya dengan nafasnya yang semakin memburu itu.
Setelah berkata begitu tubuhku ditarik hingga buah dadaku yang menantang itu tepat pada mukanya dan kemudian, “Ouh.. mas..” rintihku panjang dengan kepala menengadah kebelakan menahan geli bercampur nikmat yang tiada henti setelah mulutnya dengan langsung memagut buah dadaku yang ranum itu. Kurasakan mulutnya menyedot, memagut, bahkan menggigit-gigit kecil punting susuku sambil sekali-kali menarik-narik dengan giginya.
Entah mengapa perasaanku saat itu seperti takut, ngeri bahkan sebal bercampur aduk di dalam hati, namun ada perasaan nikmat yang luar biasa sekali seakan-akan ada sesuatu yang pernah lama hilang kini kembali datang merasuki tubuhku yang sedang dalam keadaan tidak berdaya dan pasrah. “Bruk..” tiba-tiba tangan Mas Aris melepaskan tubuhku yang sedang asyik-asyiknya aku menikmati sedalam-dalamnya tubuhku yang sedang melambung dan melayang-layang itu hingga tubuhku terjatuh di atas ranjang tidurku. Tidak berapa lama kemudian kurasakan bagian bibir vaginaku dilumat dengan buas seperti orang yang kelaparan. Mendapat serangan seperti itu tubuhku langsung menggelinjang-gelinjang dan rintihan serta erangan suaraku semakin meninggi menahan geli bercampur nikmat sampai-sampai kepalaku bergerak menggeleng ke kanan dan ke kiri berulang-ulang. Cukup lama mulutnya mencumbu dan melumati bibir vaginaku terlebih-lebih pada bagian atas lubang vaginaku yang paling sensitif itu.
“Aris.. sudah.. sudah.. ouh.. ampun Aar.. riss..” rintihku panjang dengan tubuh yang mengejang-ngejang menahan geli yang menggelitik bercampur nikmat yang luar biasa rasanya saat itu. Lalu kurasakan tangannya pun mulai rebutan dengan bibirnya. Kurasakan jarinya dicelup ke dalam lorong kecil kemaluanku dan mengorek-ngorek isi dalamnya.
“Ouh.. Ris..” desisku menikmati alur permainannya yang terus terang belum pernah kudapatkan bahkan dengan suamiku sendiri.
“Sabar Win.., saya suka sekali dengan lendirmu sayang!” suara supirku yang setengah bergumam sambil terus menjilat dan menghisap-hisap tanpa hentinya sampai beberapa menit lagi lamanya.
Setelah puas mulutnya bermain dan berkenalan dengan bibir kemaluanku yang montok itu si Aris lalu mendekati wajahku sambil meremas-remas buah dadaku yang ranum dan kenyal itu.
“Bu Winie.., saya entot sekarang ya.. sayang..” bisiknya lebih pelan lagi dengan nafas yang sudah mendesah-desah. “Eee..” pekikku begitu kurasakan di belahan pangkal pahaku ada benda yang cukup keras dan besar mendesak-desak setengah memaksa masuk belahan bibir vaginaku.
“Tenang sayang.. tenang.. dikit lagi.. dikit lagi..”
“Aah.. sak.. kiit..!” jeritku keras-keras menahan ngilu yang amat sangat sampai-sampai terasa duburku berdenyut-denyut menahan ngilunya. Akhirnya batang penis supirku tenggelam hingga dalam dibalut oleh lorong kemaluanku dan terhimpit oleh bibir vaginaku.
Beberapa saat lamanya, supirku dengan sengaja, penisnya hanya didiamkan saja tidak bergerak lalu beberapa saat lagi mulai terasa di dalam liang vaginaku penisnya ditarik keluar perlahan-lahan dan setelah itu didorong masuk lagi, juga dengan perlahan-lahan sekali seakan-akan ingin menikmati gesekan-gesekan pada dinding-dinding lorong yang rapat dan terasa bergerenjal-gerenjal itu. Makin lama gerakannya semakin cepat dan cepat sehingga tubuhku semakin berguncang dengan hebatnya sampai, “Ouhh..”
Tiba-tiba suara supirku dan suaraku sama-sama beradu nyaring sekali dan panjang lengkingannya dengan diikuti tubuhku yang kaku dan langsung lemas bagaikan tanpa tulang rasanya. Begitu pula dengan tubuh supirku yang langsung terhempas kesamping tubuhku.
“Sialan kamu Ris!” ucapku memecah kesunyian dengan nada geram.
Setelah beberapa lama aku melepas lelah dan nafasku sudah mulai tenang dan teratur kembali.
“Kamu gila Ris, kamu telah memperkosa istri majikanmu sendiri, tau!” ucapku lagi sambil memandang tubuhnya yang masih terkulai di samping sisiku.
“Bagaimana kalau aku hamil nanti?” ucapku lagi dengan nada kesal.
“Tenang Bu Winie.., saya masih punya pil anti hamil, Bu Winie.” ucapnya dengan tenang.
“Iya.. tapi kan udah telat!” balasku dengan sinis dan ketus.
“Tenang bu.. tenang.. setiap pagi ibu kan selalu minum air putih dan selama dua hari sebelumnya saya selalu mencampurkan dengan obatnya jadi Bu Winie enggak usah khawatir bakalan hamil bu,” ucapnya malah lebih tenang lagi.
“Ouh.. jadi kamu sudah merencanakannya, sialan kamu Ris..” ucapku dengan terkejut, ternyata diam-diam supirku sudah lama merencanakannya.
“Bagaimana Bu Winie..?”
“Bagaimana apanya? Sekarang kamu lepasin saya Ris..” kataku masih dengan nada kesal dan gemas.
“Maksudnya, tadi waktu di Entotin enak kan?” tanyanya lagi sambil membelai rambutku.
Wajahku langsung merah padam mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh supirku, namun dalam hati kecilku tidak dapat kupungkiri walaupun tadi dia sudah memperkosa dan menjatuhkan derajatku sebagai majikannya, namun aku sendiri turut menikmatinya bahkan aku sendiri merasakan organsime dua kali.
“Kok ngak dijawab sich!” tanya supirku lagi.
“Iya..iya, tapi sekarang lepasin talinya dong Aris!” kataku dengan menggerutu karena tanganku sudah pegal dan kaku.
“Nanti saja yach! Sekarang kita mandi dulu!” ucapnya sambil langsung menggendong tubuhku dan membawa ke kamar mandi yang berada di samping tempat ranjangku. Tubuhku yang masih lemah lunglai dengan kedua tangan dan kakiku yang masih terikat itu diletakkan di atas lantai keramik berwarna krem muda yang dingin tepat di bawah pancuran shower yang tergantung di dinding. Setelah itu supirku menyalakan lampu kamar mandiku dan menyalakan kran air hingga tubuhku basah oleh guyuran air dingin yang turun dari atas pancuran shower itu. Melihat tubuhku yang sudah basah dan terlihat mengkilat oleh pantulan lampu kamar mandi lalu Aris supirku berjongkok dekatku dan kemudian duduk di sampingku hingga tubuhnya pun turut basah oleh air yang turun dari atas.
Mata supirku yang memandangiku seperti terlihat lain dari biasanya, dia mulai mengusap rambutku yang basah ke belakang dengan penuh sayang seperti sedang menyayang seorang anak kecil. Lalu diambilnya sabun Lux cair yang ada di dalam botol dan menumpahkan pada tubuhku lalu dia mulai menggosok-gosok tubuhku dengan telapak tangannya. Pinggulku, perutku lalu naik ke atas lagi ke buah dadaku kiri dan kemudian ke buah dadaku yang kanan. Tangannya yang terasa kasar itu terus menggosok dan menggosok sambil bergerak berputar seperti sedang memoles mobil dengan cairan kits. Sesekali dia meremas dengan lembut buah dada dan punting susuku hingga aku merasa geli dibuatnya, lalu naik lagi di atas buah dadaku, pundakku, leherku lalu ke bahuku, kemudian turun lagi ke lenganku.
“Ah.. mas..” pekikku ketika tangannya kembali turun dan turun lagi hingga telapak tangannya menutup bibir vaginaku.
Kurasakan telapak tangannya menggosok-gosok bibir vaginaku naik turun dan kemudian membelah bibir vaginaku dengan jemari tangannya yang lincah dan cekatan dan kembali menggosok-gosokkannya hingga sabun Lux cair itu menjadi semakin berbusa.
Setelah memandikan tubuhku lalu dia pun membasuh tubuhnya sendiri sambil membiarkan tubuhku tetap bersandar di bawah pancuran shower. Usai membersihkan badan, supirku lalu menggendongku keluar kamar mandi dan menghempaskan tubuhku yang masih basah itu ke atas kasur tanpa melap tubuhku terlebih dahulu.
“Saya akan bawakan makanan ke sini yach!” ucapnya sambil supirku melilit handuk yang biasa kupakai kepinggangnya lalu ngeloyor ke luar kamarku tanpa sempat untuk aku berbicara. Sudah tiga tahun lebih aku tidak pernah merasakan kehangatan yang demikian memuncak, karena keegoisan suamiku yang selalu sibuk dengan pekerjaan. Memang dalam hal keuangan aku tidak pernah kekurangan. Apapun yang aku mau pasti kudapatkan, namun untuk urusan kewajiban suami terhadap istrinya sudah lama tidak kudapatkan lagi.
Entah mengapa perasaanku saat ini seperti ada rasa sedang, gembira atau.. entah apalah namanya. Yang pasti hatiku yang selama ini terasa berat dan bosan hilang begitu saja walaupun dalam hati kecilku juga merasa malu, benci, sebal dan kesal. Supirku cukup lama meninggalkan diriku sendirian, namun waktu kembali rupanya dia membawakan masakan nasi goreng dengan telor yang masih hangat serta segelas minuman kesukaanku. Lalu tubuhku disandarkan pada teralis ranjang.
“Biar saya yang suapin Bu Winie yach!” ucapnya sambil menyodorkan sesendok nasi goreng yang dibuatnya.
“Kamu yang masak Ris!” tanyaku ingin tahu.
“Iya, lalu siapa lagi yang masak kalau bukan saya, kan di rumah cuma tinggal kita berdua, si Wati kan udah saya suruh pulang duluan sebelum hujan tadi turun!” kata supirku.
“Ayo dicicipi!” katanya lagi.
Mulanya aku ragu untuk mencicipi nasi goreng buatannya, namun perutku yang memang sudah terasa lapar, akhirnya kumakan juga sesendok demi sesendok. Tidak kusangka nasi goreng buatannya cukup lumanyan juga rupanya. Tanpa terasa nasi goreng di piring dapat kuhabisi juga.
“Bolehkan saya memanggil Bu Winie dengan sebutan mbak?” tanyanya sambil membasuh mulutku dengan tissue.
“Boleh saja, memang kenapa?” tanyaku.
“Engga apa-apa, biar enak aja kedengaran di kupingnya.”
Kalau saya boleh manggil Mbak Winie, berarti Bu Winie eh.. salah maksudnya Mbak Winie, panggil saya Bang aja yach!” celetuknya meminta.
“Terserah kamu saja ” kataku.
“Sudah nggak capai lagi kan Mbak Winie!” sahut supirku.
“Memang kenapa!?” tanyaku.
“Masih kuatkan?” tanyanya lagi dengan senyum binal sambil mulai meraba-raba tubuhku kembali.
Aku tidak memberi jawaban lagi, hanya menunduk malu, tadi saja aku diperkosanya malah membuatku puas disetubuhinya apalagi untuk babak yang kedua kataku dalam hati. Sejujurnya aku tidak rela tubuhku diperkosanya namun aku tidak mampu untuk menolak permintaannya yang membuat tubuhku dapat melayang-layang di udara seperti dulu saat aku pertama kali menikah dengan suamiku.

share

Pelecehan Seksual Yang Luar Biasa (Cerita Dewasa)


Selesai belanja di Malioboro, aku berniat ke rumah oom-ku di daerah Umbulharjo. Aku menghentikan bus kota jalur 04 yang lewat namun ternyata aku tidak mendapat tempat duduk karena bus kota sudah penuh terisi penumpang. Dengan sedikit mendongkol terpaksa aku berdiri bersama beberapa penumpang lainnya. Ketika melewati Kantor Pos Besar, bus tersebut berhenti sejenak untuk mencari penumpang namun tak lama kemudian bus kota yang aku tumpangi menjadi penuh sesak oleh penumpang yang beratribut Partai Keadilan Sejahtera. Siang ini agaknya Partai Keadilan Sejahtera baru saja selesai mengadakan kampanye di Alun-Alun
Utara kota Jogjakarta. 



Dalam waktu sekejap bus kota jalur 04 yang aku tumpangi penuh oleh kader dan simpatisan partai tersebut yang kebanyakan perempuan dan anak-anak. Aku yang sebelumnya tidak mendapat tempat duduk akhirnya harus terjepit oleh sesaknya penumpang peserta kampanye tersebut.
Walaupun semula aku merasa kesal karena harus berdiri dalam bus kota, namun sekarang aku menjadi gembira setelah bus kota yang aku tumpangi menjadi penuh sesak oleh Kader dan Simpatisan PKS yang kebanyakan para perempuan berjilbab lebar itu. Selama ini aku memang terobsesi dengan para perempuan cantik berjilbab lebar dan berpakaian panjang tertutup. Bagiku kemulusan tubuh yang tersembunyi dalam pakaian panjang mereka adalah misteri yang menimbulkan rasa penasaran. Rasanya sebuah sensasi tersendiri bila bisa menyingkap pakaian panjang yang mereka pakai sedikit demi sedikit hingga terlihat kemulusan mereka yang tersembunyi.
Di kampusku banyak mahasiswi aktivis PKS ataupun KAMMI dengan jilbab mereka dan lebar serta jubah panjang yang menutupi hingga mata kaki. Seringkali aku dan beberapa teman di kampus menggoda mereka bahkan pernah mencolak-colek pada bagian-bagian sensitif mereka, biasanya mereka hanya menunduk dengan wajah memerah.
Siang ini aku bagaikan ber’pesta’ dengan penuhnya bus yang aku tumpangi oleh para perempuan berjilbab lebar aktivis Partai Keadilan Sejahtera yang baru saja mengikuti kampanye. Aku melihat para aktivis PKS ini masih berusia relatif muda walaupun ada beberapa di antara mereka adalah ibu-ibu muda yang membawa anak-anak mereka.
Dalam beberapa detik kemudian, penisku menjadi tegang karena berdesak-desakan dengan puluhan aktivis wanita PKS ini dalam bus kota ini. Bau keringat tubuh para perempuan berjilbab lebar ini sungguh membuatku terangsang apalagi aku melihat wajah para aktivis PKS yang ada dalam bus ini rata-rata berwajah cantik menawan termasuk salah seorang dari mereka yang begitu dekat denganku. Aktivis wanita Partai Keadilan Sejahtera yang berdiri sangat dekat denganku adalah seorang ibu muda berusia sekitar 30 tahunan, berjilbab putih lebar dan berjubah panjang warna coklat sementara kakinya terbungkus kaus kaki warna krem. Wajahnya bersih menawan dengan kulit putih yang mulus. Tubuhnya yang terbalut jubah panjang warna coklat tampak masih sexy dan sintal ketika kulihat tonjolan-tonjolan beberapa bagian tubuhnya tercetak jelas pada jubahnya. Wanita PKS ini naik bersama kedua anak perempuannya yang masing- masing berusia sekitar 5 tahun dan 3 tahun sehingga dia terlihat sedikit kerepotan, entah di mana suaminya. Semula dia berdiri berhadapan denganku sehingga mataku bisa menikmati kemontokan buah dadanya walaupun sudah tertutup oleh jilbab putih yang lebar.
Aku menjadi bernafsu melihat sepasang bukit di dada wanita PKS ini yang terbalut jilbab putih. Namun bukit montok di dada ibu muda ini tak dapat aku nikmati lama, karena wanita PKS ini berubah memunggungiku. Mungkin karena merasa risih melihat tatapan mataku yang yang tak pernah lepas dari dadanya yang membukit, akhirnya wanita PKS ini berubah menjadi memunggungiku. Wajahku sempat memerah namun sesaat kemudian aku menyeringai penuh nafsu, karena setelah wanita PKS memunggungiku justru aku disodori pantatnya yang montok dan bundar walaupun masih tertutup jubah panjangnya.
Wanita PKS ini memang memakai jubah panjang berwarna coklat namun jubah tersebut tak mampu menyembunyikan pinggulnya yang besar dan pantatnya yang montok dan bundar menggemaskan. Aku menjadi bernafsu melihat belahan pantat wanita PKS dengan garis celana dalam yang dipakainya tercetak cukup jelas pada jubah panjangya.
Aku menelan ludah berulang kali dengan birahi yang mulai naik melihat pantat wanita PKS yang montok ini. Penis dalam celanaku yang sudah tegang sejak para perempuan berjilbab lebar aktivis PKS ini masuk ke dalam bus yang aku tumpangi, menjadi semakin keras melihat kemontokan pantat wanita PKS di depanku ini. Libidoku mulai terangsang ketika aku mendekatkan diriku pada tubuh wanita PKS ini sehingga akhirnya
penisku yang tegang dalam celanaku menempel pada belahan pantat ibu muda berjilbab yang memakai jubah panjang ini.
Aku mendesah lirih ketika kurasakan batang penisku yang tegang dalam celanaku kemudian terjepit oleh belahan pantat wanita PKS yang terasa padat dan montok, walaupun masih tertutup jubah panjang yang dipakainya. Celana yang aku pakai adalah semacam celana Hawwai, sehingga ketika penisku tegang terlihat sangat menonjol apalagi aku mempunyai ukuran penis yang besar dan panjang. Rupanya ibu muda ini merasa risih dengan penisku yang menempel pada belahan pantatnya saat kulihat dia berusaha menghindar dariku, bahkan matanya melirik ke arahku dengan sorot mata yang tajam mengandung kemarahan.
Aku pura-pura tak tahu ketika wanita PKS ini melirik ke arahku dengan sorot mata berkilat-kilat marah tersebut. Aku tetap menempelkan bagianpenisku pada bagian belakang wanita PKS di depanku ini. Setiap kali wanita PKS ini berusaha menghindar, aku selalu memburu mendekatinya hingga penisku yang tegang dalam celanaku tetap menempel pada belahan pantat ibu muda berjilbab aktivis PKS ini. Bus kota yang penuh sesak akhirnya menghentikan usaha wanita PKS untuk menghindar dariku. Aku melihat wanita berjilbab aktivis PKS ini hanya pasrah ketika penisku kembali menempel pada belahan pantatnya yang montok dan padat menggiurkan. Aku sempat melihat wajahnya menjadi merah padam ketika dia kembali melirik ke arahku tapi aku pura-pura tak melihatnya. Sesaat kemudian aku asyik menggesek-gesekan penisku yang tegang dalam celanaku pada belahan pantat wanita PKS di depanku dengan rasa nikmat. Goyangan bus kota yang melaju pelan telah menyembunyikan ulahku ini dan membuat para penumpang lain tidak curiga atas apa yang sedang aku lakukan pada wanita PKS di depanku ini. Ketika aku asyik mengesek-gesekkan penisku pada pantat montok wanita PKS yang padat dan montok ini, salah seorang wanita PKS berkacamata mengajak ngobrol wanita PKS yang sedang aku nikmati pantatnya yang montok ini.
Aku menjadi semakin terangsang mendengar obrolan yang kemudian terjadi karena wanita PKS yang sedang aku nikmati pantatnya ini ternyata mempunyai suara yang merdu agak mendesah saat dia melayani obrolan temannya tersebut..
Dari obrolan tersebut aku mengetahui kalau wanita PKS yang sedang aku nikmati pantatnya ini adalah seorang ibu muda yang telah mempunyai tiga orang anak, namun dalam kampanye di Alun-alun Utara dia hanya membawa dua anaknya sementara yang paling kecil ditinggal di rumah bersama neneknya. Selain itu aku juga mengetahui kalau wanita PKS yang tengah menjadi obyek pelecehan seksualku ini bernama Nurul dan tinggal di Kotagede, suaminya bernama Ari, seorang pegawai di Dephut Yogyakarta yang sedang bertugas di Kalimantan sejak 3 bulan yang lalu. Mendengar cerita ini aku menjadi ingat kalau Omm-ku di Umbulharjo juga pegawai Dephutdi bagian Personalia eentah apa jabatannya.
Aku mendengarkan obrolan kedua wanita aktivis PKS tersebut sambil terus menggesek-gesekan batang penis dalam celanaku pada pantat salah satu dari mereka. Penisku yang tegang merasakan sebuah kenikmatan saat bergesekan dengan belahan pantat Mbak Nurul yang masih berjubah panjaNg ini. Nafsuku kian menggeGak oleh rangsangan birahi, terlebih bau keringat Mbak Nurul tercium oleh hidungku yang membuatku kian terangsang.
Di perempatan Gedongkuning, bus kota yang aku tumpangi mulai berkurang isinya. Para perempuan berjilbab lebar aktivis PKS kebanyakan turun di perempatan ini termasuk aktivis PKS berkacamata yang mengajak ngobrol Mbak Nurul. Bus kota yang semula penuh sesak oleh para perempuan aktivis PKS menjadi lebih longgar, namun aku dan Mbak Nurul serta beberapa penumpang lainnya masih harus tetap berdiri karena seluruh bangku bus masih terisi oleh penumpang. Setelah menurunkan penumpang di perempatan Gedongkuning buskota itupun kembali berjalan ke arah Terminal. Dadaku berdegup kencang ketika ternyata Mbak Nurul tidak bergeser dari tempatnya walaupun bus kota sudah terasa lebih longgar. Pantat montoknya yang padat dan bundar dalam jubah coklatnya masih tetap menempel ketat pada batang penisku yang tegang dalam celana Hawwai yang aku pakai.
Aku baru menyadari kalau Mbak Nurul diam-diam ikut menikmati batang penisku yang tegang menempel pada belahan pantat dalam jubahnya itu. Memang Mbak Nurul berdiri di sebelah bangku yang diduduki kedua anaknya, sehingga terkesan sedang menjaga kedua anaknya namun ketika aku merasakan Mbak Nurul juga menekan pantatnya ke arah penisku, aku tahu kalau wanita PKS ini juga ikut menikmati pelecehan seksual yang tengah aku lakukan kepadanya. Aku menjadi semakin bergairah mengesek-gesekkan batang penis yang tegang dalam celanaku, di antara belahan pantat montok dalam jubah yang dipakai Mbak Nurul tersebut. Aku baru teringat kalau wanita PKS ini sudah 3 bulan ditinggal suaminya tugas di Kalimantan, tentu saja selama itu dia tidak pernah mendapat nafkah biologis. Bahkan tak lama kemudian, aku mendengar nafas Mbak Nurul memburu sedikit terengah walaupun aku tak mampu melihat ekspresi wajahnya karena dia memunggungiku. Nafasku jadi ikut terengah menahan birahi dan libidoku terasa semakin menggelegak.
“Kotagede..Kotagede..” teriak kondektur tiba–tiba. Mbak Nurul tampak tersentak kaget dan buru-buru dia berteriak “Kiri..pak..kiri” seru Mbak Nurul dengan suaranya yang merdu. Kondektur bus kota pun memberi isyarat kepada sopir untuk berhenti dan sesaat kemudian bus kota itupun menepi dan akhirnya berhenti.
Aku mendengus kecewa, karena aku sedang asyik menggesek-gesekkan batang penisku di antara belahan pantat mbak Nurul yang montok harus terputus. Dengan sorot mata kecewa aku memperhatikan wanita PKS ini yang bergegas menarik tangan kedua anak perempuannya tersebut. Saat Mbak Nurul meraih tangan kedua anaknya, matanya sempat melirik ke arahku beberapa saat. Aku terpesona melihat lirikannya yang tiba-tiba menjadi sangat mempesona. Wajahnya yang terbalut jilbab putih lebar nampak bersemu kemerahan dan tatapan matanya tak lagi garang seperti semula namun justru tampak sayu seperti orang kehausan. Mata bulat Mbak Nurul hanya sekejap melirik ke wajahku karena kemudian lirikannya beralih ke arah selangkanganku yang jelas terlihat tonjolan penisku yang tertutup celana Hawwai. Darahku berdesir ditatap wanita PKS seperti ini apalagi ketika Mbak Nurul menggandeng kedua anak perempuannya lewat di depanku menuju pintu, entah sengaja atau tidak punggung tangan ibu muda berjilbab lebar ini menyenggol batang penisku bahkan menekannya sekejap yang membuatku berdesah kaget.
Aku tidak menyangka kalau wanita PKS yang terlihat alim ternyata bisa berbuat cabul juga seperti Mbak Nurul ini. Mataku lekat penuh nafsu mengikuti gerak-gerik Wanita PKS yang sedikit tergesa-gesa turun dari bus kota hingga akhirnya ibu muda dan kedua anaknya telah berdiri di trotoar. Aku mengerdipkan mataku sambil tersenyum nakal ketika bus kembali berjalan meninggalkan Mbak Nurul yang masih berdiri di trotoar bersama kedua anaknya.
Aku berharap wanita PKS ini membalas senyumanku atau kerdipan mataku, namun yang kulihat justru wajahnya sekan tersentak kaget lantas menjadi merah padam sebelum ibu muda berjilbab ini memalingkan wajahnya dariku.Melihat hal ini senyuman nakalku menghilang dan dalam hati aku
mengumpat “Huh..Sok Alim !!” Tak lama setelah Mbak Nurul turun dari bus kota, aku juga turun. Kemontokan pantat Mbak Nurul yang padat dan kenyal masih terasa di batang penisku. Sesampainya di rumah oom-ku aku mencari tempat untuk beronani menuntaskan hasratku yang terputus di bus kota.
Aku mengocok penisku sambil membayangkan menyetubuhi pantat montok Mbak Nurul, seorang aktivis wanita PKS yang telah aku lecehkan dalam bus kota siang ini. Dalam waktu beberap menit aku mengerang penuh kenikmatan sambil menyebut nama wanita PKS yg sintal itu. Seusai menuntaskan hasratku timbul keinginananku untuk memburu wanita PKS yang aku lecehkan dalam bus kota siang ini. Kebetulan oom-ku adalah Kabag Personalia di Dephut Yogyakarta mungkin dari situ aku bisa mendapatkan data tentang wanita PKS yang bersuamikan pegawai Dephut.
Aku beristirahat sejenak dalam kamar yang disediakan tanteku sebelum sorenya aku menemui oom-ku untuk menanyakan nama Ari dari Dephut yang saat ini sedang bertugas di Kalimantan. Rupanya aku memang beruntung, karena data tentang laki-laki bernama Ari yang aku dapatkan dari suami adik kandung mamaku ini cukup lengkap. Dalam komputer database Dephut milik oom-ku ada nama Ari yang aku cari lengkap dengan data-data tentang keluarganya bahkan ada foto dirinya bersama istri dan kedua anaknya. Karena ada foto istrinya yang tak lain adalah Mbak Nurul dalam foto tersebut, aku meyakini bahwa nama Ari inilah yang sedang aku cari. Aku melihat suami Mbak Nurul ternyata bukan laki-laki yang tampan, tubuhnya juga ceking hanya memang kulitnya putih bersih.
Dalam data tersebut tertulis nama panjang mbak Nurul adalah Nurul Qomariyah S.Psi, tahun ini usianya sudah 31 tahun dan dia adalah alumnus fakultas psikologi UGM. Kedua anaknya tertulis bernama Nidaul Jannah dan Choirunnisa yang memang baru berusia 5 dn 3 tahun saat ini. Dalam foto tersebut Mbak Nurul tampak cantik dengan jilbab lebar warna biru dongker dan jubah panjang warna ungu terong. Dalam foto tersebut terlihat jubah yang dipakai Mbak Nurul tampak membuncit pada bagian perutnya,agaknya foto ini diambil saat wanita PKS ini dalam keadaan hamil anak yang ketiga. Selain foto dan data tentang Mbak Nurul, aku juga mendapatkan alamat rumah Mbak Nurul di Kotagede. Sayang alamat tersebut tidak mempunyai nomor telepon untuk memastikan kebenaran alamat tersebut.
Aku memang berniat memburu wanita PKS yang menjadi korban pelecehan seksualku di bus kota siang ini.
Sekitar jam 8 pagi esoknya, aku benar-benar mencari alamat rumah Mbak Nurul di Kotagede. Alamat rumah tersebut termasuk mudah sehingga dalam waktu tidak terlalu lama aku berhasil menemukan rumah wanita PKS ini. Dadaku berdebar keras ketika aku telah berad di depan rumah Mbak Nurul, aku melihat Mbak Nurul sedang berada di teras rumahnya. Perempuan aktivis PKS ini terlihat sedang membaca majalah wanita Ummi sambil menggendong anak bungsunya yang pulas tertidur.
Ketika aku datang sambil memberi salam, wanita PKS ini menjawab salamku, menatapku dengan tatapan heran. Ketika aku mengaku dari Dephut sambil menyodorkan bukti yang kuambil dari oom-ku baru, aku dipersilahkan duduk di teras.
“Silahkan duduk dulu….Saya akan meletakkan anak saya di dalam “kata Mbak Nurul“Silahkan, Mbak ” sahutku sambil tersenyum.
Jakunku bergerak turun naik melihat pantat mbak Nurul yang montok dan bahenol bergoyang-goyang saat dia berjalan masuk ke dalam rumah sambil membawa anaknya. Jubah panjang warna biru muda yang dipakainya saat ini, tak mampu menyembunyikan kemontokan pantat wanita PKS yang sintal dan bahenol ini. Mataku melotot penuh nafsu dengan penis mulai menegang, melihat goyangan pantat wanita PKS ini sebelum hilang
di balik pintu. Tidak lama aku menunggu karena beberapa menit kemudian wanita PKS ini keluar lagi dengan wajah penuh tanda tanya.
Aku bersyukur ternyata wanita ini tidak mengenaliku sebagai pelaku pelecehan seksual terhadapnya di bus kota kemarin siang.
“Maaf..mas ada apa yah? tentang suamiku?” tanya Mbak Nurul . Aku tersenyum menatap wajah ayu wanita PKS ini. Pagi ini Mbak Nurul memakai jubah panjang warna biru muda dengan jilbab lebar warna putih berenda sementara kakinya terbungkus kaus kaki warna krem. Sesaat aku terpesona melihat kecantikan ibu muda berjilbab lebar ini.
“Maaf Mbak, ada berita yang ingin aku sampaikan tentang mas Ari, namun apa ada orang lain di rumah ini karena beritanya mungkin mengejutkan?” tanyaku “Ya..ada..adik ipar perempuan saya namun sekarang sedang mengantar kedua anak saya di TK dan Playgroup dan biasanya langsung pergi kuliah serta kedua mertua saya namun keduanya juga sedang mengajar di SMP dan baru pulang siang nanti. Ada berita apa?” jawabnya dengan nada cemas.
Aku mengangguk-angguk puas sambil berdiri” Ada musibah yang menimpa suami mbak, tapi sebaiknya aku sampaikan di dalam saja, jangan di teras ” kataku seraya menepuk pundak wanita PKS ini. Mbak Nurul terlihat kaget ketika pundaknya aku tepuk namun sedetik kemudian wanita PKS yang semula terlihat cerdas itu menjadi nampak linglung dengan sorot mata bingung.
Aku memang tengah menggunakan ilmu gendam yang aku miliki pada wanita PKS ini dan agaknya ilmu tersebut berpengaruh terhadapnya. Dengan menyeringai puas aku menarik Mbak Nurul untuk berdiri lantas aku rangkul pinggangnya yang masih ramping masuk ke dalam rumahnya.
Di dalam rumah Mbak Nurul, aku melihat rumah ini penuh dengan atribut Partai Keadilan Sejahtera. Muali dari pintu ruang tamu yang tertempel stiker PKS lantas di rak buku dalam ruang tamu tampak beberapa buku tentang Partai berlambang bulan sabit ini, hingga yang paling mencolok adalah lambang Partai Keadilan Sejahtera tergantung di dinding ruang tamu dengan ukuran cukup besar. Benar-benar keluarga aktivis PKS yang militan kataku dalam hati. Aku menatap wajah ayu Mbak Nurul yang terbalut jilbab lebar dengan penuh nafsu. Tanganku yang memeluk pinggang rampingnya tak tahan untuk menjamah pantat montoknya lantas dengan gemas tangaku meremas-remasnya.
Ibu muda aktivis PKS menjerit kecil ketika dengan gemas aku meremas-remas pantatnya yang bahenol dan montok. Birahiku sudah mulai naik ke ubun-ubun, penisku juga sudah mulai tegang dan mengeras. Aku mengunci pintu rumah Mbak Nurul lantas wanita PKS yang masih berpakaian lengkap ini aku tarik masuk ke dalam sebuah kamar, entah kamar siapa namun aku menduga kamar adik ipar Mbak Nurul karena di meja kamar tersebut ada sebuah foto wanita berjilbab lebar dalam bingkai namun wajahnya lebih mirip wajah suaminya. Latar belakang foto tersebut lambang Partai Keadilan Sejahtera, agaknya adik ipar yang kata Mbak Nurul masih kuliah ini juga aktivis PKS.
Mbak Nurul hanya terdiam ketika tubuhnya aku rebahkan di ranjang kamar adik iparnya sementara birahiku sudah naik hingga ke ubun. Sungguh aku tak menyangka begitu mudahnya aku memperdaya Mbak Nurul bahkan wanita PKS yang masih berpakaian lengkap dengan jilbab lebar dan jubah panjangnya kini rebah terlentang di atas ranjang depan mataku. Mataku melotot buas ketika kulihat tonjolan segitiga
pada bagian selangkangan Mbak Nurul yang tampak membukit pada jubah yang dipakainya. Gundukan di tengah selangkangan yang tampak menonjol membuat penisku terasa kian keras menegang oleh birahi dan aku tak tahan mengulurkan tanganku meremas-remas bukit kemaluan yang montok tertutup jubah Mbak Nurul. Mbak Nurul tersentak ketika tanganku meremas-remas bagian selangkangannya yang membukit, namun pengaruh ilmu gendamku yang ampuh membuat wanita PKS ini tidak melawan. Tubuh ibu muda yang alim ini hanya menggeliat-geliat saat jubah yang dipakainya menjadai kusut pada bagian selangkangan karena remasan tanganku. Mulutnya mendesah-desah dengan ekspresi yang membutaku libidoku semakin terangsang. Aku terkekeh melihat gelinjangan Mbak
Nurul yang alim ini saat bagian selangkangannya aku remas-remas. Puas meremas-remas tonjolan bukit kemaluan Mbak Nurul, mataku memandang wanita PKS yang terlentang di atas ranjang ini dari ujung kepalanya hingga ke kakinya. Ibu Muda aktivis PKS ini masih memakai jilbab lebar warna putih yang berenda, jubah panjang warna biru muda dan kaus kaki krem yang amsih membungkus kedua kakinya. Dengan birahi menggelegak, aku naik ke atas ranjang di dekat kaki Mbak Nurul yang terlentang.
Sesaat kemudian, tanganku terulur meraih kedua kaki Mbak Nurul yang masih terbungkus kaus kaki panjang warna krem. Hanya dalam waktu beberapa detik tanganku menarik lepas kedua kaus kaki krem tersebut dan aku lemparkan ke lantai kamar sehingga kaki wanita PKS ini telanjang. Mataku membesar ketika melihat kaki telanjang Wanita PKS berkulit putih mulus ini yang indah putih kemerahan. Kakinya yang halus dengan otot yang kebiruan terlihat sangat indah dan merangsang nafsuku membuatku tergerak untuk mengelus-elusnya. Selanjutnya kedua kaki Mbak Nurul yang telanjang itu aku angkat hingga di depan bibirku lantas dengan bernafsu bibirku mencium kaki wanita PKS ini mulai dari telapak kakinya yang halus kemerahan bahkan kemudian lidahku terjulur menjilatinya.
Dalam sekejap telapak kaki Mbak Nurul yang kemerahan itu menjadi basah kuyup oleh jilatan lidahku dan ciuman bibirku. Kian lama lidahku pun kian liar menjelajahi sela-sela jemari panjang dikaki Mbak Nurul yang halus kemerahan tersebut dengan nafas yang memburu. Aku kian asyik menjilati kaki wanita PKS ini terus ke atas melewati mata kakinya. Sementara tanganku dengan nakal menggerayangi betis wanita PKS di balik jubah panjangnya tersebut. Saat tanganku menyusup di balik jubah Mbak Nurul, aku mengetahui ternyata wanita PKS ini memakai rok dalam yang juga panjang hingga mata kaki.
Tanganku meraba-raba merasakan kemulusan betis Mbak Nurul yang masih tertutup jubah tersebut. Sepasang betis wanita cantik aktivis PKS yang kenyal ini terasa hangat dan lembut di tanganku yang mengelus-elusnya penuh nafsu. Bibir dan lidahku pun kian liar menjilati menikmati kemulusan kaki Mbak Nurul kian ke atas. Dengan bibirku aku menyingkap ujung jubah yang dipakai wanita PKS ini ke atas sehingga keindahan betisnya yang mulus mulai terlihat.Bibir dan lidahku terus bermain di kulit Mbak Nurul yang halus ini dengan penuh nafsu. Betis putih yang mulus dan ditumbuhi bulu-bulu nan halus ini dalam sekejap basah kuyup oleh jilatan lidahku dan ciuman bibirku. Nafasku memburu kian liar sementara ujung kain jubah yang dipakai Mbak Nurul kian tersingkap ke atas memperlihatkan betis yang putih dan mulus tersebut.
Aku membungkuk menciumi dan menjilati kemulusan betis telanjang ibu muda aktivis PKS yang berwajah cantik ini, sementara tanganku menyusup di balik jubahnya kian ke atas mengelus pahanya yang bulat padat tersebut. Sekujur betis putih Mbak Nurul yang mulus telah basah oleh jilatan dan ciumanku dengan birahi menggelegak. Ujung jubah biru muda yang dipakai ibu muda berjilbab pun tersingkap semakin ke atas, terdorong oleh bibir dan lidahku. Perlahan-lahan sepasang paha putih wanita PKS ini mulai terlihat bersamaan dengan jilatan dan ciumanku yang mulai merambah paha Mbak Nurul. Aku makin bernafsu merasakan kemulusan paha putih yang kencang dan bulat padat tersebut. Nafasku terengah-engah menahan birahiku sambil terus menciumi sekujur paha Mbak Nurul yang mulus tersebut. Sepasang paha yang selalu tertutup oleh pakaian panjang tersebut kini menjadi basah oleh jilatan lidahku yang semakin liar. Ujung jubah yang dipakai Mbak Nurul kian tersingkap ke atas yang akhirnya dengan bantuan kedua tanganku, pakaian panjang tersebut aku singkap hingga pinggang membuat bagian bawah tubuh wanita PKS kini telanjang.
Aku melotot penuh nafsu melihat pemandangan yang menggiurkan di depanku ini dan aku nyaris tak percaya. Seorang ibu muda alim berjilbab dan selalu berpakaian tertutup kini dalam keadaan setangah telanjang. Perempuan cantik berjilbab aktivis Partai Keadilan Sejahtera yang semula berpakaian
panjang hingga mata kaki, saat ini pakaian tersebut tersingkap hingga ke pinggangnya. Bagian atas wanita PKS ini masih nampak rapi dengan jilbab lebar yang membalut wajahnya, namun paha dan betisnya yang putih mulus menggiurkan kini telanjang tanpa penutup.
Aku mengakui rumor yang beredar bahwa para wanita berjilbab lebar seperti Mbak Nurul ini memang mempunyai tubuh yang lebih putih dan lebih mulus dibanding wanita lainnya. Semula aku mengira kemulusan Mbak Nurul ini seperti pacarku yang juga berkulit putih , namun saat ini aku mengakui kalau wanita PKS ini terlihat lebih mulus dan putih dibanding pacarku. Usai menciumi dan menjilati betis dan paha Mbak Nurul, mataku tak berkedip memandang tonjolan di tengah selangkangan Mbak Nurul yang montok membukit. Aku melihat kemaluan aktivis wanita PKS ini masih tertutup oleh celana dalam krem dengan ketat. Libidoku kian terasa liar melihat gundukan kemaluan Mbak Nurul yang menonjol menggiurkan. Beberapa saat lalu, nafsuku telah terangsang melihat gundukan montok di selangkangan wanita PKS ini saat terlentang namun jubahnya belum tersingkap. Bahkan saat itu dengan gemasnya aku meremas-remas gundukan kemaluan yang membukit itu, sehingga jubah tersebut menjadi kusut pada bagian selangkangan.
Saat ini aku melihat gundukan kemaluan montok tersebut hanya tertutup oleh celana dalam warna krem yang agak tipis, sehingga belahan bibir kemaluannya nampak jelas terbayang bahkan kelentit yang menonjol di antara bibir kemaluan wanita PKS ini terlihat sangat jelas. Bulu-bulu kemaluannya
yang hitam juga tampak membayang jelas pada celana dalam yang dipakai Mbak Nurul saat ini. Sungguh sebuah pemandangan yang menakjubkan dan ada sebuah sensasi sendiri saat aku berhasil melihat bagian vital seorang wanita aktivis PKS yang cantik seperti Mbak Nurul walaupun masih tertutup celana dalam. Tanganku memang telah merasakan kekenyalan bukit kemaluan Mbak Nurul, saat aku remas-remas sebelumnya tetapi ketika kulihat bentuknya ternyata sangat merangsang birahiku.
Aku memperhatikan wajah Mbak Nurul yang terlentang di depanku ini. Wajah ayu berbalut jilbab lebar itu tak lagi terlihat linglung seperti beberpa saat yang lalu. Wajah ibu muda aktivis PKS ini justru memperlihatkan ekspresi wanita yang tengah terlanda birahi. Aku menyeringai sejenak sebelum kemudian membenamkan wajahku di tengah selangkangan Mbak Nurul yang terasa hangat. Hidungku mencium bau kewanitaan Mbak Nurul yang segar dan wangi, jauh sekali perbedaannya dibanding bau kewanitaan pacarku. Aku semakin mendekatkan wajahku kearah bukit kemaluan Mbak Nurul, bahkan hidungku telah menyentuh kelentit yang tampak tercetak jelas pada celana dalam. Dengan nafas yang terengah-engah menahan birahi, lidahku terjulur menjilati kelentit yang menonjol di antara bibir kemaluan wanita PKS ini. Saat lidahku mulai menyapu kelentit Mbak Nurul di balik celana dalam warna krem itu, tiba-tiba pinggul wanita PKS ini menggelinjang dibarengi desahan ibu muda berjilbab ini. “Ahh…ahhhhh..ahhh”desah Mbak Nurul yang membuat libidoku semakin menggelegak.
Aku semakin bernafsu menjilati dan menciumi bukit kemaluan Mbak Nurul yang masih tertutup celana dalam. Setiap kali lidahku menyapu permukaan kemaluan Mbak Nurul atau bibirku menciumnya dengan penuh nafsu, wanita PKS berkulit putih ini menggelinjang dan mendesah-desah penuh birahi. Lidah dan bibirku seakan berebut merambah sekujur permukaan bukit kemaluan Mbak Nurul yang masih tertutup celana dalam, sehingga beberapa saat kemudian celana dalam yang dipakai wanita PKS ini menjadi basah kuyup. Celana dalam yang dipakai Mbak Nurul termasuk tipis, sehingga ketika celana dalam wanita tersebut dalam keadaan basah kuyup oleh jilatan lidahku, semakin terlihat jelas kemaluan wanita PKS ini. Belahan bibir kemaluan Mbak Nurul dengan kelentit yang menonjol di tengahnya, terlihat semakin nampak jelas. Bulu-bulu kemaluan yang tercukur rapi di bukit kemaluan ibu muda ini juga terlihat semakin jelas. Melihat pemandangan indah di selangkangan Mbak Nurul, aku menjadi tak sabar sehingga sedetik kemudian tanganku telah menarik turun celana dalam yang dipakai wanita cantik aktivis PKS yang alim ini. Sekejap kemudian celana dalam berwarna krem yang semula menutupi bagian vital Mbak Nurul, telah teronggok di bawah kakinya. Mataku melotot lebar melihat selangkangan wanita PKS yang alim ini, kini telanjang tanpa penutup sehelai benangpun.
“Ouhhhh….Mbak Nurul……”desisku melihat gundukan bukit kemaluan Mbak Nurul yang kini tak lagi tertutup celana dalam tersebut. Libidoku menggelegak melihat bagian paling pribadi wanita alim ini.
Aku membandingkan kemaluan Mbak Nurul dengan kemaluan pacarku. Aku mendapat kemaluan wanita PKS ini jauh lebih merangsang daripada kemaluan pacarku sendiri. Bibir kemaluan Mbak Nurul terlihat merekah kemerahan dengan kelentit menonjol kemerahan di tengahnya. Bulu-bulu kemaluan yang hitam legam tercukur dengan rapi, tampak kontras dengan putihnya bukit kemaluan wanita PKS ini. Ketika wajahku mendekat kemaluan yang telanjang tersebut, bau kewanitaan Mbak Nurul yang menyengat tercium di hidungku. Aku melihat kemaluan Mbak Nurul sudah basah oleh rangsanganku sebelumnya, bahkan ketika aku menguakkan bibir kemaluan wanita PKS ini cairan kenikmatan nya jatuh menetes membasahi sprei. Aku menjadi sangat terangsang melihat hal ini. Dengan bernafsu, aku menghirup dan menjilati cairan kenikmatan Mbak Nurul yang menetes dari kemaluannya. Lidahku merasakan asin saat lidahku menjilati cairan kenikmatan Mbak Nurul, lantas dengan birahi yang kian menggelegak lidahku menyapu kemaluan telanjang di antara paha wanita alim ini. Aku merasa paha Mbak Nurul bergetar lembut ketika lidahku mulai menjalar mendekati selangkangan wanita PKS ini. Mbak Nurul menggeliat kegelian ketika akhirnya lidahku itu sampai dipinggir bibir kewanitaannya yang telah terasa menebal. Ujung lidahku menelusuri lepitan-lepitan di situ, menambah basah segalanya yang memang telah basah itu. Terengah-engah, Mbak Nurul mencengkeram rambutku dengan satu tangan, perlahan menekan, memaksaku segera menjilat di daerah yang paling sensitif milik aktivis wanita PKS ini. Mbak Nurul menggelinjang-gelinjang hebat ketika lidah dan bibirku menyusuri sekujur kemaluan ibu muda ini. Mulut wanita aktivis PKS ini mendesah-desah dan merintih-rintih saat bibir kemaluannya aku kuak lebar-lebar dan lidahku terjulur masuk menjilati bagian dalam kemaluannya. Bahkan ketika lidahku menyapu kelentit Mbak Nurul yang telah mengeras itu, aku teruskan dengan menghisapnya lantas mengigitnya lembut. Mbak Nurul merintih hebat. Tubuhnya mengejang sampai punggungya melengkung bagaikan busur panah membuat dadanya yang montok membusung.
“Ahhhhh….ahhhhhh….ahhhhh”rintih Mbak Nurul dengan jalangnya disertai tubuh yang menggelinjang. Kembali kurasakan cairan kenikmatan membasahi kemaluan wanita aktivis PKS ini yang segera aku hirup dengan mulutku. Lidah dan bibirku makin liar menjilati di daerah paling pribadi Mbak Nurul yang kini sudah membengkak kemerahan. Gundukan kemaluan yang putih kemrah-merahan itu menjadi berjilat-kilat basah dan bulu-bulu kemaluan wanita PKS yang tercukur rapi pun menjadi basah kuyup oleh jilatan lidahku. Aku mengunyah-ngunyah kemaluan Mbak Nurul beberapa saat yang membuat ibu muda berjilbab lebar ini mengerang dan merintih dengan tubuh menggelinjang jalang. Lidahku menyusuri belahan kemaluan yang telah membengkak lantas sekujur permukaan kemaluan yang membukit montok hingga ke sela-sela kedua pahanya, kemudian menyusuri ke bawah hingga ke belahan pantat yang tampak.
Aku menjadi semakin gemas melihat belahan pantat Mbak Nurul yang terlihat sebagian, sehingga dengan bernafsu aku membalikkan tubuh wanita PKS yang terlentang menjadi tengkurap. Mataku melotot liar melihat pemandangan indah setelah Mbak Nurul tengkurap. Pantat wanita PKS yang montok dan telanjang tampak menggunung menggiurkan. Nafasku terengah penuh birahi memandang kemontokan pantat bundar Mbak Nurul yang putih mulus itu. Ingatanku melayang saat aku melakukan pelecehan seksual terhadap wanita PKS ini di bus kota.
Saat itu penisku yang tegang dan masih dalam celanaku aku gesek-gesekkan pada belahan pantat Mbak Nurul yang saat itu juga masih tertutup jubah panjang. Aku tidak menduga kalau saat ini, pantat wanita PKS yang montok itu dapat aku nikmati tanpa penutup sehelai benangpun. Birahiku kian menggelegak liar melihat pantat Mbak Nurul yang montok dan padat. Dengan gemas aku meremas-remas bukit pantatnya dengan tanganku lantas aku mendekatkan wajahku pada belahan pantat wanita PKS ini. Lidahku terjulur menyentuh belahan pantatnya kemudian dengan bernafsu aku mulai menjilati belahan pantatnya yang putih mulus tersebut. Mbak Nurul mendesah-desah dengan tubuh menggelinjang menahan birahinya, saat lidahku menyusuri belahan pantatnya hingga belahan kemaluannya yang kemerahan. Belahan pantat mulus Mbak Nurul yang putih dalam sekejap menjadi basah berkilat oleh jilatan lidahku.
Kemudian bibir dan lidahku secara bergantian menyusuri sekujur pantatnya yang menggunung indah bahkan dengan gemas aku mengunyah pantat montok wanita PKS ini. Tanganku juga menguak belahan pantat ibu muda ini dan selanjutnya lidahku menyapu daerah anus dan sekitarnya yang membuat Mbak Nurul mengerang penuh birahi. Puas menikmati pantat Mbak Nurul yang montok, aku kembali menelentangkan ibu muda berjilbab lebar ini. Mataku terarah pada sepasang payudara montoknya yang masih tersembunyi di balik jilbab dan jubah yang dipakai Mbak Nurul. Tanganku meraih jilbab lebar tersebut lantat menyingkapan hingga ke lehernya, kemudian dengan lincah jari-jari tanganku membuka kancing jubah yang dipakai Mbak Nurul. Perlahan kemudian kulit mulus Mbak Nurul yang mulus terlihat dan ketika kancing jubah yang hanya sampai atas perutnya terbuka seluruhnya, tanganku merogoh ke balik jubahnya lantas menarik sepasang payudara Mbak Nurul.
Akhirnya sepasang payudara wanita PKS yang semula tersembunyi di balik BH, tersembul keluar dengan puting susunya yang telah tegak mengeras. Buah dada Mbak Nurul nampak sangat montok dan indah. Buah dada yang putih mulus dengan puting susu yang kemerahan membuatku tak sabar untuk mengunyahnya. Sedetik kemudian, payudara wanita PKS ini telah berada dalam mulutku yang menngunyah-ngunyahnya dengan nafsu secara bergantian. Puting susu yang telah tegak mengeras aku hisap dan aku gigit-gigit membuat Mbak Nurul terpekik kecil menahan kenikmatan birahinya. Payudara Mbak Nurul yang putih mulus itu dalam sekejap basah dan penuh dengan bilur-bilur kemerahan bekas kunyahanku.
Aku sudah tak tahan menahan nafsuku. Jilbab lebar yang dikenakan Mbak Nurul aku lepaskan sehingga tergerai rambutnya yang hitam legam. Aku terpesona melihat kecantikan Mbak Nurul yang tidak lagi berjilbab tersebut. Wajah cantik wanita PKS ini semakin menawan dengan rambut hitam yang panjang ikal mayang membuat hatiku bergetar. Puas menikmati kecantikan PKS ini aku melucuti jubah biru yang dikenakan Mbak Nurul kemudian disusul sisa pakaian dalam yang masih melekat di tubuh ibu muda ini. Akhirnya tubuh wanita aktivis PKS yang semula tertutup rapat dengan jilbab lebar serta jubah panjangnya, saat ini telanjang bulat tanpa sehelai benangpun di tubuhnya.
Aku tidak menyangka kalau saat ini aku berhasil menelanjangi wanita PKS yang tampak alim ini dengan jilbab dan pakaian yang tertutup rapat. Birahiku sudah menggelegak di ubun-ubun dengan penis yang tegang mengeras. Aku melihat ibu muda aktivis PKS ini mempunyai tubuh yang indah dan terlihat masih kencang walaupun dia sudah punya anak tiga. Aku menyusuri keindahan tubuh telanjang wanita PKS ini dari ujung rambut hingga ke kakinya.Kemudian mataku kembali menatap kemaluan Mbak Nurul yang indah itu, tangaku kembali terulur menjamah bagian kewanitaan wanita alim yang telanjang ini.
Aku merasakan kewanitaan Val berdenyut liar, bagai memiliki kehidupan tersendiri. Warnanya yang merah basah, kontras sekali dengan rambut-rambut hitam di sekitarnya, dan dengan tubuhnya yang putih seperti pualam. Dari jarak yang sangat dekat, aku dapat melihat betapa liang kewanitaan aktivis wanita PKS ini membuka-menutup dan dinding-dindingnya berdenyut-denyut, sepertinya jantung Mbak Nurul telah pindah ke bawah. Aku juga bisa melihat betapa otot-otot dipangkal paha Mbak Nurul menegang seperti sedang menahan sakit. Kedua kakinya terentang dan sejenak kaku sebelum akhirnya melonjak-lonjak tak terkendali. Begitu hebat puncak birahi melanda Val, sampai dua menit lamanya perempuan yang menggairahkan ini bagai sedang dilanda ayan. Ia menjerit, lalu mengerang, lalu menggumam, lalu hanya terengah-engah. Aku kembali berdiri, dan segera melepas seluruh kain yang melekat di tubuhku termasuk celana dalamku. Batang kejantananku segera terlihat tegak bergerak-gerak seirama jantungku yang berdegup keras. Mbak Nurul masih menggeliat-geliat dengan mata terpejam, menampakkan pemandangan sangat seksi di atas ranjang kamar adik iparnya ini.
Tangan aktivis wanita PKS ini mencengkram sprei bagai menahan sakit, kedua pahanya yang indah terbuka lebar, kepalanya mendongak menampakkan leher yang mulus menggairahkan, rambut hitamnya terurai bagai membingkai wajahnya yang sedang berkonsentrasi menikmati puncak birahi.
Aku menempatkan dirinya di antara kedua kaki Mbak Nurul, lalu mengangkat kedua paha wanita PKS ini, membuat kewanitaannya semakin terbuka. Tanpa aku duga sama sekali, tiba-tiba tangan Mbak Nurul meraih penisku dan segera menuntun batang kejantananku memasuki gerbang kewanitaannya. Tak sabar, wanita PKS ini menjepit pinggangku dengan kedua kakinya, membuat tubuhku terhuyung ke depan, dan dengan cepat penisku yang tegang segera melesak ke dalam tubuh Mbak Nurul melalui liang kemaluannya. Bagiku, rasanya seperti memasuki cengkraman licin yang panas berdenyut. Akupun segera melakukan tugasku dengan baik, mendorong, menarik kejantananku dengan cepat. Gerakanku begitu ganas dan liar, seperti hendak meluluh-lantakkan tubuh putih Mbak Nurul yang sedang menggeliat-geliat kegelian itu. Tak kenal ampun, batang penisku menerjang-nerjang, menerobos dalam sekali sampai ke dinding belakang yang sedang berkontraksi menyambut orgasme. Wanita alim aktivis PKS ini merintih dan mengerang penuh kenikmatan.
Aku mengerahkan seluruh tenaganya menyetubuhi wanita PKS yang alim ini. Otot-otot bahu dan lenganku terasa menegang dan terlihat berkilat-kilat karena keringat. Pinggangku bergerak cepat dan kuat bagai piston mesin-mesin di pabrik. Suara berkecipak terdengar setiap kali tubuhnya membentur tubuh Mbak Nurul, di sela-sela derit ranjang yang bergoyang sangat keras. Mbak Nurul merintih dan mengerang begitu jalang merasakan kenikmatan yang ganas dan liar. Seluruh tubuhnya terasa dilanda kegelian, kegatalan yang membuat otot-otot menegang. Kewanitaannya terasa kenyal menggeliat-geliat, mendatangkan kenikmatan yang tak terlukiskan. Dengan mata terus terpejam, Mbak Nurul mengerang dan merintih penyerahan sekaligus pengesahan atas datangnya puncak birahi yang tak terperi. Aku merasakan batang kejantananku bagai sedang dipilin dan dihisap oleh sebuah mulut yang amat kuat sedotannya. Aku tak mampu menahan lagi, Kenikmatan yang kudapatkan dari jepitan kemaluan wanit alim ini tidak mungkin aku lukiskan.
Dengan geraman liar aku memuncratkan seluruh isi penisku dalam liang vagian Mbak Nurul, bercipratan membanjiri seluruh rongga kewanitaan wanita PKS yang juga sedang megap-megap dilanda orgasme sepertiku. Mbak Nurul mengerang merasakan siraman birahi panas dari ujung penisku dalam dasar kemaluannnya. Aku merasakan jepitan Mbak Nurul kian ketat berdenyut-denyut pada batang penisku dan cairan kewanitaan wanita alim ini terasa mengguyur batang penisku datang bergelombang. Aku menggeram liar disusul Mbak Nurul yang mengerang dan mengerang lagi, sebelum akhirnya terjerembab dengan tubuh bagai lumat di atas kasur.
Aku menyusul roboh menimpa tubuh putih Mbak Nurul yang licin oleh keringat itu. Nafasku tersengal-sengal ditingkahi nafas Mbak Nurul yang juga terengah bagai perenang yang baru saja menyelesaikan pertandingan di kolam renang. Tubuhku lunglai di atas tubuh telanjang Mbak Nurul yang juga lemas.
“Oh, nikmat sekali. Betul-betul ganas…” kata Mbak Nurul akhirnya, setelah ia berhasil mengendalikan nafasnya yang memburu. Matanya terpejam dengan senyum yang tersungging di bibirnya. Aku Cuma menggumam, menenggelamkan kepalaku di antara dua payudara Mbak Nurul yang besar dan lembut.Aku melihat Mbak Nurul masih terpengaruh oleh sihir gendam yang aku gunakan, walaupun wanita PKS ini telah aku setubuhi. (Tamat)

share